Kilas Kulinologi

Keamanan MSG dan Isu Seputar Kesehatan

Kuliner di Asia, secara tradisi memang sudah menggunakan ingridien yang kaya akan rasa umami, seperti kaldu. Kaldu ini digunakan untuk memperoleh sifat fullness, kelezatan, gurih, kedalaman flavor, mouthfeel yang baik, complexity, versatility, serta savory. Untuk meningkatkan rasa umami, para praktisi jasa boga biasanya menambahkan bumbu penghasil cita rasa umami ke dalam pangan agar intensitas rasanya lebih kuat, salah satunya dengan menambahkan MSG.

Banyak produk pangan terutama snack yang populer di kalangan konsumen menambahkan MSG dalam ingridiennya. Penggunaan MSG juga semakin meluas di restoran Cina, Jepang, Thailand, Vietnam, dan Korea.

“Asia menyumbang sebagian besar konsumsi MSG dunia pada tahun 2018, dengan China sebagai penyumbang terbesar. Konsumsi di kawasan ini diperkirakan akan terus meningkat, dilihat dari semakin tingginya permintaan di Indonesia, Vietnam, dan Thailand,” terang Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University sekaligus Direktur SEAFAST Center IPB University, Prof. Nuri Andarwulan dalam Seminar Keamanan Pangan dan Bumbu Umami sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam Bisnis Horeka yang diselenggarakan oleh Kulinologi Indonesia dan Ajinomoto Indonesia di Universitas Negeri Jakarta pada 10 Desember 2019 lalu.  

Konsumsi MSG di negara-negara Asia semakin berkembang dan meluas. Namun di sisi lain, kasus penurunan penggunaan MSG juga banyak ditemukan. Hal ini terkait isu-isu yang kurang tepat mengenai bumbu umami khususnya MSG. Selain isu tentang Chinese Restaurant Syndrome (CRS), yakni munculnya rasa kebas di belakang leher setelah mengonsumsi MSG (walaupun dari berbagai evaluasi dan kajian ilmiah dari hasil penelitian lembaga internasional isu CSR tidak terbukti), MSG juga dikaitkan dengan pemicu kanker.

Food and Drug Administration (FDA), badan pengawasan makanan Amerika dan beberapa lembaga sejenis di berbagai negara di dunia termasuk BPOM di Indonesia, telah menyatakan MSG aman untuk dikonsumsi masyarakat. Dari hasil berbagai penelitian yang telah dikaji dan dievaluasi, hubungan yang signifikan antara MSG sebagai penyebab kanker tersebut tidak terbukti. MSG telah dinyatakan sebagai BTP yang aman digunakan,” tambah Nuri.

Tidak hanya itu, akhir-akhir ini MSG juga dihubungkan dengan peningkatan angka obesitas di masyarakat. Menurut Nuri, konsumsi MSG tidak berhubungan dengan penambahan berat badan secara signifikan setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, berbagai faktor gaya hidup dan asupan energi. “Tidak ada hubungan antara konsumsi MSG dan kenaikan berat badan,” tutur Nuri.

Hubungan antara pemberian MSG sebagai penguat rasa terhadap kejadian kelebihan berat badan juga telah diteliti di Vietnam oleh Vi Thi Thu Hien dkk., serta telah dipublikasi pada jurnal Public Health Nutrition tahun 2012 menyatakan bahwa tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi MSG terhadap kelebihan berat badan.

Dari penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kelebihan berat badandisebabkan oleh beberapa faktor di antaranya faktor usia, wilayah tempat tinggal, pekerjaan yang panjang, aktivitas fisik dan asupan kalori, karbohidrat, lemak jenuh, dan protein hewani. KI-37

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *