UMKM merupakan salah satu pelaku usaha yang berkontribusi dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) cukup signifikan yaitu sebesar 60% dari keseluruhan PDB Indonesia dan juga memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional, bersama dengan perusahaan skala besar. Namun, produk pangan yang bersumber dari UMKM masih sangat jarang yang berlabel halal dari MUI. Padahal dari segi bisnis, adanya sertifikat halal akan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk tersebut.
Mulai Oktober 2019 ini, sertifikasi halal yang sebelumnya bersifat suka rela berubah menjadi mandatory atau wajib. Sejak keputusan ini ditetapkan, pelaku bisnis UMKM tidak sedikit terbebani lantaran belum siap. Mempertimbangkan kesiapan pelaku usaha seperti UMKM tersebut dan kesiapan infrastruktur pelaksanaan jaminan produk halal (JPH) jelang 17 Oktober 2019, BPJPH menegaskan adanya penahapan pelaksanaan sertifikasi.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikat Jaminan Produk Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mastuki HS, dalam Seminar Jaminan Produk Halal di Jakarta beberapa waktu lalu menuturkan, “Pemerintah memberikan tenggat waktu 5-7 tahun kepada pelaku usaha untuk menerapkan aturan JPH, sejak ketentuan tersebut diberlakukan pada 17 Oktober 2019. Penahapan ini bukan berarti menunda pelaksanaan sertifikasi halal, namun memberi waktu para pelaku industri seperti UMKM untuk mulai mempersiapkan atau mengajukan sertifikasi halal melalui BPJPH. Walaupun waktunya cukup lama, harapannya jangan diundur-undur.” KI-37