Industri yang bergerak dalam pengolahan dan penyajian makanan siap santap yang dikenal sebagai industri jasa boga atau katering telah berkembang pesat pada saat ini. Mejamurnya usaha industri jasa boga terutama di daerah perkotaan terjadi karena kebutuhan akan makanan yang praktis dan siap dikonsumsi oleh gaya hidup konsumen perkotaan yang semakin sibuk sehingga, mereka tidak perlu membuang waktu terlalu lama untuk mempersiapkan makanan.
Di sisi lain, industri jasa boga juga memiliki andil sebagai penyumbang terbesar kasus?kasus keracunan pangan di Indonesia ataupun di negara lain seperti Amerika Serikat. Dari beberapa hasil survei ditemukan beberapa faktor penyebab terjadinya keracunan pangan yang dihasilkan oleh industri jasa boga antara lain suhu penyimpanan yang tidak tepat, higienitas pekerja, peralatan yang tercemar, pemasakan yang kurang, bahan baku dari sumber tercemar dan lainnya.
Untuk itu diperlukan suatu sistem manajemen mutu dan keamanan yang menjamin dihasilkannya pangan yang aman, salah satunya adalah dengan pengenalan dan penerapan konsep HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) kepada pengelola jasa boga dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti, untuk menjamin bahwa makanan yang dipersiapkan aman untuk dikonsumsi.
Pemahaman tentang bagaimana HACCP dan penerapannya di industri Jasa Boga dikupas dalam sebuah pelatihan selama dua hari, pada 24-25 April lalu di Bogor. Pelatihan diselenggarakan oleh Foodreview Indonesia dan Seafast Center IPB, dengan instruktur peneliti senior IPB Dr Ratih Dewanti Hariyadi dan DrLilis Nuraida. Sebanyak 15 peserta dari para profesional di industri jasa boga diperkenalkan serta dilatih dalam penyusunan konsep HACCP dan bentuk penerapannya di Industri Jasa Boga. “HACCP pada jasa boga disusun berdasarkan sistem codex yang umumnya digunakan pada industri pangan, akan tetapi karena industri jasaboga umumnya menghasilkan beragam jenis makanan yang dihasilkan dengan beragam bahan baku dengan pengolahan dan peralatan yang lebih sederhana serta biasanya langsung dikonsumsi, maka terdapat berbagai pendekatan khusus yang dapat menjadikan implementasi sistem HACCP untuk industri jasa boga lebih dimungkinkan,” ujar Ratih.
Beberapa pendekatan khusus yang digunakan pada pangan jasa boga yang tidak digunakan untuk pangan olahan industri diantaranya pengelompokkan produk makanan berdasarkan diagram alir, pengelompokan makanan berdasarkan diagram alir (I, II, dan III), kemudian analisis bahaya mempertimbangkan frekuensi produk makanan melewati danger zone, 5-60 0c. Beragam produk pangan yang dihasilkan dalam suatu industri jasa boga tersebut juga perlu dideskripsikan dalam tiga kategori besar yaitu produk diagram alir I (kelompok produk pangan yang tidak melalui proses pemasakan), produk diagram alir II (Pangan yang diolah dan disajikan pada hari yang sama), produk diagram alir III (Pangan kompleks atau melewati proses pemasakan, penyimpanan, kemudian proses pemanasan kembali).
Proses penyusunan HACCP pada jasa boga tersebut diawali dengan penyusunan tim HACCP, dilanjutkan dengan pendeskripsian produk serta penggunaannya, penyusunan diagram alir serta verifikasinya, analisis bahaya dan penetapan resiko atau signifikansi bahaya, penetapan titik kritis (Critical Control Point/CCP),penetapan batas kritis, monitoring batas kritis, penentuan tindakan koreksi, penetapan prosedur verifikasi hingga penetapan penyimpanan catatan dan dokumentasi.
Selain itu, sanitasi di industri jasa boga juga perlu dijaga melalui panduan dan pelatihan pada pekerja dalam hal praktek sanitasi yang baik pemeliharaan tingkat kebersihan pekerja, peralatan, fasilitas, bahan baku dan air untuk mencegah kontaminasi, rekontaminasi maupun kontaminasi silang, identifikasi dan monitoring tahap proses yang penting untuk menghasilkan produk yang dapat diterima (HACCP-based) serta memberikan informasi kepada manajemen tentang keadaan sanitasi pabrik dan pekerjanya diimbangi juga dengan sistem manajemen keamanan pangan yang tepat seperti GHP (Good Hygieneic Practices) serta kontrol proses yang baik. Keseluruhan hal tersebut diharapkan akan menghasilkan pangan dari industri jasa boga yang bermutu dan aman secara konsisten sehingga meminimalisasi kasus keracunan pangan yang terjadi di Indonesia.K-35 (icha)