Konsep

Pangan untuk Penderita Autis

Elvira Syamsir, S.TP MSi

Autisme merupakan gangguan perkembangan pada anak-anak dengan tiga ciri utama yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan pola tingkah laku atau minat yang repetitif dan stereotip.

Gejala ini biasanya telah muncul sebelum anak berusia tiga tahun. Penyebab dan pencegahan autis sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Jumlah anak autis pada saat ini meningkat cukup pesat. Walaupun di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi di Amerika diperkirakan terjadi pada 1:150 kelahiran.

Anak autis mempunyai beberapa masalah di saluran pencernaannya sehingga makanan yang merupakan faktor pemicu atau faktor yang menambah masalah pada saluran cerna tersebut hendaknya tidak dikonsumsi. Makanan yang harus dihindari tersebut adalah makanan yang mengandung kasein dan/atau gluten, mengandung bahan tambahan pangan (food additives), mengandung ragi dan gula, dan penyebab alergi dan/atau intoleransi.

Penting diperhatikan bahwa pemberian makanan untuk penderita autis bersifat individual. Diet yang diberikan pada satu anak autis belum tentu sama dengan diet terhadap anak lain yang juga mengalami autis. Sehingga, konsultasi dengan ahli gizi dan dokter anak sangat diperlukan. Orang tua juga hendaknya selalu membuat daftar makanan yang dikonsumsi oleh anak autis dan efek yang ditimbulkannya.

Makanan bebas kasein dan gluten

Gluten adalah protein yang terkandung didalam terigu, barley dan rye, serta protein sejenis gluten didalam oats. Roti, pizza, produk pasta (mie, spagheti), pastry, biskuit, beberapa produk sereal sarapan dan produk-produk lainnya yang dibuat dengan menggunakan terigu dalam formulanya adalah contoh dari produk olahan yang mengandung gluten.

Kasein adalah protein yang terdapat di dalam susu. Produk-produk olahan susu seperti yoghurt, keju, mentega, beberapa margarin, es krim, susu coklat, biskuit dan beberapa produk olahan yang menggunakan susu sebagai bahan bakunya otomatis juga akan mengandung kasein.

Anak autis tidak bisa mencerna kasein dan gluten dengan sempurna. Dalam keadaan normal, sebagian besar protein dicerna menjadi asam amino dan sisanya menjadi peptida. Kasein dan gluten mempunyai kombinasi asam amino tertentu yang oleh sistem pencernaan anak dengan gangguan autis tidak bisa dipecah secara sempurna menjadi asam amino tunggal, tetapi masih dalam bentuk peptida yang secara biologis masih aktif. Peptida yang tidak tercerna tersebut dapat diserap oleh usus halus selanjutnya keluar dari usus halus dan masuk ke dalam peredaran darah, untuk selanjutnya masuk ke reseptor ‘opioid’ otak. Peningkatan aktivitas opioid akan menyebabkan gangguan susunan saraf pusat dan dapat berpengaruh terhadap persepsi, emosi, perilaku dan sensitivitas. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian diet tanpa gluten dan kasein ternyata memberikan respon yang baik terhadap 81% anak autisme.

Sebagai pengganti susu dapat digunakan sari kedelai, sari almond, dan sari kacang hijau; pengganti terigu dapat digunakan tepung beras merah, tepung beras, tepung kedelai, tepung tapioka, tepung kentang dan tepung beras.

Makanan bebas ragi dan gula

Sebagian anak autis juga mengalami masalah di saluran pencernaan seperti diare, sembelit, sakit perut dan kembung. Kondisi ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroba patogen yang dominan di dalam saluran pencernaannya. Pertumbuhan patogen yang berlebihan di dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas usus atau juga menghambat keluarnya enzim sehingga pencernaan terganggu.

Menghindari konsumsi gula dan ragi, akan mereduksi pertumbuhan patogen didalam saluran pencernaan sehingga masalah di dalam saluran pencernaan yang terkait dengan patogen dapat menjadi lebih ringan. Makanan hasil fermentasi yang mengandung ragi dan sebaiknya dihindari seperti roti, vinegar, keju, kecap, dan produk fermentasi lainnya.

Menghindari konsumsi gula dan ragi, akan mereduksi pertumbuhan patogen didalam saluran pencernaan sehingga masalah di dalam saluran pencernaan yang terkait dengan patogen dapat menjadi lebih ringan. Makanan hasil fermentasi yang mengandung ragi dan sebaiknya dihindari seperti roti, vinegar, keju, kecap, dan produk fermentasi lainnya.

Fruktosa (gula buah) dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapannya lebih lambat dari gula (sukrosa). Selain itu, juga bisa menggunakan sorbitol dan sukralosa. Sukralosa terbuat dari glukosa gula jagung yang diberi gas klorin hingga membentuk senyawa yang kompleks dan menimbulkan rasa manis di mulut sampai 600 kali gula pasir dan produk dapat memberi klaim No Sugar.

Hindari makanan penyebab alergi dan intoleransi

Alergi makanan adalah reaksi tubuh terhadap makanan atau komponen makanan yang menyimpang dari normal, melibatkan sistem imun, dan menimbulkan gejala yang merugikan tubuh. Semua zat yang menyebabkan reaksi imunologi disebut alergen.

Makanan penyebab alergi dan intoleransi juga menyebabkan berbagai masalah pada anak autis, seperti sakit kepala, sakit perut, diare, mual, gangguan tidur, cengeng, hiperaktif, agresif, gampang marah, infeksi telinga, dan lain-lain.

Untuk mengatur makan bagi penderita yang alergi dan intoleransi maka hendaklah memperhatikan makanan sumber penyebab dan menghindarinya. Bila anak alergi terhadap telur, maka hindari mengonsumsi telur, meski bukan harus dipantang seumur hidup. Dengan bertambahnya umur anak dapat dikenalkan lagi pada makanan tersebut sedikit demi sedikit.

Jika anak alergi terhadap telur, maka bisa disiasati dengan memakai bahan pengganti telur. Untuk ini tersedia produk dengan klaim No Egg sebagai pengganti telur, terbuat dari pati kentang, tepung kanji, metilselulose, kalsium karbonat dan asam sitrat. No Egg cocok untuk membuat cake, pengental atau isian atau saus, dan custard. Elvira Syamsir, S.TP MSi

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *