Ramadhan selalu memberikan berkah tersendiri bagi para penjual makanan. Maraknya penjaja makanan di bulan Ramadhan tentu tak lepas dari tingginya permintaan masyarakat akan pangan, baik pangan siap saji maupun pangan olahan. Di sisi lain, tingginya permintaan ini biasanya dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk mengedarkan pangan ilegal, kedaluwarsa, maupun mengandung bahan berbahaya.
Untuk menekan angka kejahatan pangan dalam rangka melindungi masyarakat, BPOM melakukan intensifikasi pengawasan pangan saat Ramadhan dan jelang Idul Fitri. Pengawasan pangan ini dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah melalui operasi pasar di berbagai supermarket, gudang, pasar tradisional, penjual parsel, dan penjaja makanan musiman.
Dalam acara media gathering yang bertajuk “Intensifikasi Pengawasan Pangan Selama Ramadhan dan Jelang Idul Fitri” di BPOM pada 9 Juni 2016, Plt. Kepala BPOM, Bahdar J Hamid mengatakan bahwa BPOM melakukan intensifikasi pengawasan pangan selama Ramadhan dan jelang Idul Fitri karena momen ini kerapkali dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab untuk menjual produk yang tidak memenuhi syarat keamanan dan mutunya. Namun demikian, ia menegaskan bahwa BPOM melakukan pengawasan rutin sepanjang tahun, tidak hanya pada hari besar keagamaan.
BPOM telah mengintruksikan Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) sebagai unit pelaksana teknis di 33 provinsi untuk melaksanakan intensifikasi pengawasan pangan secara mandiri maupun terpadu. Periode intensifikasi pengawasan pangan terdiri dari tiga tahap yaitu pre-Ramadhan (22 Mei – 4 Juni 2016), Ramadhan (29 Mei – 2 Juli 2016), dan post-Ramadhan (26 Juni – 9 Juli 2016). Adapun target pengawasan yaitu pangan Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) yang meliputi pangan Tanpa Izin Edar (TIE), pangan kedaluwarsa, pangan rusak, dan pangan takjil.
Pangan Olahan
Jika merujuk data tahun 2013-2015, nilai ekonomi hasil intensifikasi pengawasan pangan TMK jelang dan selama Ramadhan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dari 13 milyar rupiah di tahun 2013, 29 milyar rupiah di tahun 2014, dan 38 milyar rupiah di tahun 2015. Hasil temuan selama 3 tahun tersebut didominasi oleh pangan Tanpa Izin Edar (TIE) senilai 6,5 milyar rupiah di tahun 2013, 21 milyar rupiah di tahun 2014, dan 26,9 milyar rupiah di tahun 2015.
Pada tahun 2016 ini tren temuan sedikit bergeser, dimana pangan kedaluwarsa menjadi temuan paling banyak. Hal ini dikarenakan modus operandi yang dilancarkan salah satunya dengan mengganti tanggal kedaluwarsa yang tercantum pada kemasan demi meraup keuntungan besar. Hal ini dilakukan pedagang untuk mengelabuhi konsumen sehingga membeli produk yang sebenarnya telah kedaluwarsa. Selain itu, penjualan pangan TIE dan rusak juga marak terjadi di saat permintaan tinggi. Biasanya di momen seperti ini masyarakat cenderung kurang teliti dalam memilih dan membeli pangan, sehingga kerapkali dimanfaatkan oleh pedagang nakal.
Berdasarkan data hasil temuan pangan TMK jelang Ramadhan periode 23 Mei – 7 Juni 2016 bernilai keekonomian mencapai 2,49 milyar rupiah dengan rincian pangan kedaluwarsa senilai 965,64 juta rupiah (24.141 kemasan), pangan rusak senilai 896,32 juta rupiah (22.408 kemasan), dan pangan TIE senilai 637,24 juta rupiah (15.931 kemasan). Temuan tersebut merupakan hasil pemeriksaan di 1.196 sarana distribusi dengan rincian 761 sarana memenuhi ketentuan (MK) dan 435 sarana TMK.
Pangan Siap Saji
Sama halnya dengan pangan olahan, permintaan pangan siap saji pun meningkat. Saat Ramadhan, banyak penjual makanan takjil musiman mudah dijumpai di sudut-sudut kota bahkan hingga pelosok daerah. Tingginya konsumsi masyarakat saat buka puasa membuat banyak orang beralih profesi menjadi penjaja makanan takjil, mulai gorengan, kolak, manisan, dan berbagai es dengan warna yang mencolok dijajakan sepanjang jalan.
Siapa sangka tak sedikit pangan tersebut yang mengandung bahan berbahaya seperti pengawet berbahaya formalin dan boraks, serta pewarna tekstil methanil yellow dan rhodamin-B. Hasil pengawasan makanan takjil pada tahun 2015 menunjukkan bahwa dari total 8.617 sampel, 7.805 sampel diantaranya (90,58%) MK dan 812 sampel (9,42%) TMK. Meskipun presentasinya kecil, namun dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya bagi kesehatan, apalagi jika dikonsumsi secara terus-menerus. Berbagai dampak kesehatan yang timbul akibat konsumsi bahan berbahaya mulai pusing, mual, gangguan ginjal dan hati, kanker, bahkan kematian.
Tahun ini, intensifikasi pengawasan makanan takjil kembali dilakukan oleh Petugas BB/BPOM di seluruh Indonesia menggunakan mobil laboratorium keliling lengkap dengan rapid test kit untuk menguji pangan yang diduga mengandung bahan berbahaya. Dari hasil pengujian ternyata masih terdapat beberapa pangan yang mengandung formalin dan rhodamin-B antara lain cumi kering, tahu coklat, tahu putih, bakso, otak-otak, dan ikan asin. Sedangkan sampel pangan yang diduga mengandung rhodamin-B yaitu terasi dan es mutiara. Fri-09