Konsep

Aroma Keharuman Teh di Istana Eropa

Selama berabad-abad, teh hadir menjadi salah satu minuman di istana-istana Eropa, sehingga minuman ini lekat dengan aroma aristokrat.

“Voyages and Travel” merupakan literatur pertama yang berisi referensi mengenai perkembangan teh masuk ke benua Eropa. Literatur ini dikumpulkan oleh Giambattaista Ramusio dan terbit pada tahun 1559. Dalam literatur itu digambarkan teh sebagai minuman hangat yang memiliki manfaat kesehatan.

Meski Portugis sempat membawa teh dari Cina masuk ke Eropa tahun 1560-an, namun itu hanya sebatas untuk konsumsi di istana dan para saudagar kaya di negeri itu. Sampai tahun 1600-an, tak ada catatan bahwa teh sempat beredar dan diperdagangkan di Eropa.

Sekitar tahun 1606, Belanda untuk pertama kali mulai melakukan ekspor teh ke Eropa. Ekspor tersebut dilakukan melalui pelabuhan yang dibangun oleh Belanda di Banten di pulau Jawa. Ini merupakan awal mula teh dikenal dan diperdagangkan secara komersial di benua Eropa dan Amerika.

Masyarakat Eropa menyebut teh sebagai ‘Tay’, atau ‘Tee’ yang merupakan salah satu dialek dari bahasa di Canton. Bangsa Inggris melafalkan sebagai ‘tea’. Bangsa Belanda menyebut teh sebagai ‘Tee’. Dari kata “Tee” inilah masyarakat Indonesia kemudian melafalkan menjadi ‘Teh’.

Duke of Braganza mempopulerkan teh sebagai minuman istana

Tahun 1662, raja Inggris Charles II menikahi Catherine of Braganza yang juga dikenal sebagai Duke of Braganza putri raja Portugis, George V. Catherine dibesarkan di lingkungan di mana teh telah menjadi minuman istana.

Catherine tetap membawa kebiasaan minum teh ini di istana kerajaan Inggris. Meski pada awalnya dianggap sebagai ‘minuman aneh’, namun aroma keharuman tanaman Camellia sinensis ini, mulai disukai oleh para bangsawan Inggris. Dalam berbagai jamuan di istana, Catherine selalu menyajikan teh sebagai minuman utama. Teh tumbuh menjadi minuman penting di istana kerajaan Inggris. Supremasi kerajaan Inggris di Eropa, memiliki andil besar dalam menempatkan teh sebagai minuman di istana-istana Eropa.

Tahun 1664, Duke of Braganza memesan teh dari Belanda. Pesanan ini dikapalkan via pelabuhan Belanda di pulau Jawa sebanyak 200 lbs. Tahun 1669, Inggris mendapatkan hak monopoli perdagangan teh dari Cina. Melalui maskapai perdagangan East India Company, Inggris mulai memasarkan teh, terutama ke negara jajahan mereka yang tersebar di seluruh penjuru dunia.

Di Inggris, teh tidak saja menggeser ’ale’ sebagai minuman nasional, namun juga menyingkirkan wine. Teh semakin populer, ketika Anna yang dikenal sebagai ‘Duchess of Bedford’ di tahun 1840an, mengundang kerabat di lingkungan istana Inggris untuk menikmati jamuan teh sore hari. Ternyata acara ini mendapat apresiasi positif dari peserta yang hadir, sehingga akhirnya melahirkan gaya hidup baru yang dikenal sebagai ‘Afternoon tea’.

Meski Inggris tidak memiliki perkebunan teh, namun gaya hidup yang berangkat dari kebiasaan minum teh di masyarakatnya telah melahirkan budaya minuman teh, yang sebagian bahkan telah menjadi ’milik dunia’. Ambil contoh seperti afternoon tea dan high tea. Di luar itu masih ada tea dance, tea garden juga ada tea break, tea time sampai tea shop.

Berkembang bersama revolusi industri

Sampai dengan tahun 1700-an, perdagangan teh dari Asia masih kecil. Sistem perdagangan monopoli yang dipegang oleh Inggris melalui maskapai East India Company, telah membuat harga teh dunia sering tidak stabil.

Penemuan James Watt atas mesin uap pada awal abad 17, telah mendorong Inggris memasuki masa transisi. Dari negara agraris yang berbasis pertanian, Inggris bermetamorfosis ke negara industri. Perubahan radikal terjadi di semua lini kehidupan masyarakat, yang kemudian dikenal sebagai Revolusi Industri. Tahun 1720, Parlemen Inggris melarang impor produk tekstil dari Asia, termasuk tekstil sutera dari Cina. Ini sebagai antisipasi untuk mengamankan industri tekstil Inggris yang berkembang pesat akibat Revolusi Industri dari tekstil Cina di pasar domestik.

Parlemen Inggris menyepakati bahwa teh menjadi komoditas pilihan untuk menggantikan tekstil dari Cina. Para importir tekstil segera beralih menjadi importir teh. Teh berkembang menjadi komoditi penting, dan menempatkan Inggris sebagai importir sekaligus eksportir besar teh dunia. Ini menjadi awal dominasi Inggris di industri teh dunia!

Mulai tahun 1650 sampai tahun 1700, Inggris ’hanya’ mengimport teh dari Cina sebanyak 181.500 lbs. Namun setelah undang-undang baru tersebut diberlakukan oleh Parlemen Inggris, impor teh itu melonjak mendekati 40 juta lbs.

Tahun 1835, teh dari pulau Jawa mulai memasuki Balai Lelang teh Eropa. Java tea menjadi produk pertama di luar teh Cina yang masuk di pasar Eropa, mendahului Inggris yang masih melakukan budidaya teh di Assam, India.

Suatu saat, Sir Winston Churchill, perdana menteri Inggris legendaris itu membuka ’rahasia kemenangan’ serdadu Inggris di medan Perang Dunia II. ”…They could not have fought World War II without their steady supply of tea”. Begitu versi perdana menteri yang senantiasa lekat dengan cerutu ini.

Setiap pagi, konon ratu Wilhelmina dari Belanda serta ratu Elisabeth dari Inggris selalu menikmati minuman teh. Kebiasaan ini dilanjutkan oleh ratu Beatrice dari Belanda, yang sampai kini masih sering ‘menyeruput’ keharuman aroma minuman teh, termasuk dari perkebunan teh Indonesia!

Prawoto Indarto;
Sekretaris Indonesia TEH Lover’s
Penulis buku :
Teh Minuman Bangsa-Bangsa Di Dunia (2007)
Real Tea Real Health (2009)

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *