Konsep

Tren dan Arah Pengembangan Produk Roti

Arus informasi dan modernisasi memberi warna dalam industri bakery nusantara. Inovasi dan kreativitas menjadi kunci kesuksesannya!

Harga komoditas pertanian yang cukup tinggi selama 2008-2009 lalu memberikan tantangan tersendiri bagi industri bakery nasional, terutama produsen bakery skala kecil dengan segmen pasar kelas menengah ke bawah. Tidak sedikit di antara mereka yang menghentikan aktivitasnya atau mengurangi produksinya. Hal tersebut diungkapkan oleh Chris Hardijaya, ketua umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI) kepada KULINOLOGI INDONESIA beberapa waktu lalu. “Namun demikian, kategori bakery tahun lalu masih mampu tumbuh sekitar 4% dibandingkan 2008,” kata Chris. Faktor pendorongnya antara lain adalah pergeseran jam sekolah menjadi lebih pagi di daerah Jakarta, sehingga lebih dibutuhkan makanan praktis untuk persiapan anak sekolah. “Dan roti menjadi salah satu pilihan utamanya,” tambah Chris. Di tambah lagi dengan adanya tren perubahan konsumsi -terutama sarapan, yang semakin banyak memilih roti.
Dengan kondisi 2010 yang semakin stabil, Chris optimis pertumbuhan di tahun ini akan menembus angka 7%. Di mana untuk kalangan menengah ke bawah rasa cokelat akan tetap menjadi pilihan utamanya. “Untuk segmen ini, mereka cenderung memilih roti yang lebih memberi rasa kenyang,” ujar Chris. Sedangkan, untuk kelas menengah lebih bervariasi, namun 50% masih memilih coklat. Sementara itu, untuk kelas atas filling dan toppingnya lebih bervariasi, mulai dari buah, daging, hingga keju.

Masih ingat antrean panjang di sebuah bakery yang sempat menghebohkan warga ibukota di mal kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara sekitar 7 tahun lalu? Atau, mungkin Anda termasuk salah seorang yang rela dan sabar berdiri menanti giliran untuk bisa mencicipi si kondang roti abon yang jadi topic of the town? Tak bisa dipungkiri, kehadiran Breadtalk di Indonesia memang fenomenal. Selain sukses membuat banyak orang terbius ‘pesonanya’, bakery waralaba asal Singapura ini pun memberi ‘warna baru’ dalam peta industri bakery di Indonesia.

Metamorfosis roti
Tak seperti di negeri asalnya, Eropa, yang menjadikan roti sebagai salah satu makanan pokok sumber karbohidrat, roti bagi penduduk Indonesia dijadikan camilan. Makanya kalau diperhatikan, karakteristik roti Eropa dan Asia, termasuk Indonesia, sangatlah berbeda. Karena biasa disantap sebagai pendamping semangkuk sup krim hangat, atau disandingkan dengan keju dan daging olahan, roti Eropa cenderung lebih tawar dan memiliki tekstur yang lebih keras.

Roti tawar merupakan jenis roti yang pertama kali dinikmati bangsa kita. Selanjutnya, barulah muncul tren roti manis dengan bahan-bahan isi seperti cokelat atau keju. Bagi kebanyakan orang Indonesia (yang merasa belum makan kalau belum makan nasi), roti disantap sebagai camilan pengganjal perut, bukan sebagai menu makan yang mengenyangkan. Rasanya lebih manis dan teksturnya lebih lembut. Sangat berbeda dengan adonan roti Eropa yang dasarnya hanya mengandalkan tepung terigu, ragi, dan air. Toh, bagi mereka roti tak perlu punya rasa karena bukan disantap begitu saja sebagai camilan.

Tanpa perlu berpikir lama, kalau diminta mencari perbedaan roti zaman dulu dengan roti sekarang, siapapun bisa langsung menjawab. Perkembangan roti pun ada trennya. Dari soal bentuknya saja sudah langsung terlihat. Roti generasi masa kini tampil lebih modis dengan bentuk yang variatif, sedangkan dulu, roti paling-paling hanya berbentuk bulat atau lonjong. Para pelaku bisnis roti sekarang sudah sangat imajinatif dan berani mengkreasikan bentuk roti di luar pakem. Dikepang, dilipat, bentuk segitiga, dicetak dalam papper cup, hingga dalam takir daun. Dari segi penampilan, roti jtempo dulu cenderung polos dan tak mengkilap, sementara olesan untuk roti modern bermacam-macam, mulai dari kuning telur, simple syrup, atau mentega
Soal tekstur dan remahan roti, juga jelas berbeda. Dulu, roti lebih padat dan kasar, kini tekstur roti sangat lembut dan empuk. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan mentega yang zaman dulu belum semudah saat ini. Sebagai dairy products yang dihargai cukup mahal dan sulit didapat, menjadikan mentega sebagai bahan dasar adonan roti bukanlah hal yang mudah. Padahal, mentega dengan kandungan lemaknya yang cukup banyak, mampu menciptakan tekstur roti yang lembut, halus, dan tentunya rasa yang jauh lebih enak.

Selain itu, metode pembuatan resep dasar adonan roti saat ini sudah sangat berkembang. Hal ini tentu memengaruhi hasil akhir produk yang tercipta. Akses informasi yang sangat mudah didapat, membuat produsen lebih mudah mendapatkan pengetahuan seputar industri bakery. Kreativitas pun mengalir tak terbendung.

Outlet yang lebih berdandan
Tak hanya fisik roti yang ’berdandan’, outlet bakery pun ikut bersolek mempercantik diri. Invasi tren open kitchen menginspirasi banyak bakery di Indonesia. Aktivitas dan kehebohan para baker dibalik dinding kaca, seolah sengaja disiapkan sebagai suguhan penghibur di kala pembeli harus mengantre. Tontonan mengasyikkan ini jadi satu daya pikat yang membuat pembeli makin tertarik dan penasaran untuk mencoba.

Selain memproduksi roti, aneka cake, cookies, dan produk pastry, ikut memeriahkan ‘dunia’ bakery. Bakery legendaris seperti Maison Weiner atau Maison Benny yang ada di kawasan Kramat, Jakarta Pusat, sejak awal sudah menyelipkan beberapa ‘menu’ di luar roti, seperti sosisbrood (puff pastry gulung isi sosis), lidah kucing, onbetjkoek (cake aroma rempah), hingga kaastengel. Kini, ‘pemain pendukung’ bakery juga makin bervariasi. Jenis cake-nya beragam, mulai dari cake cokelat, tiramisu, opera cake, hingga carrot cake. Olahan pastry dan kue keringnya pun lebih bervariasi. Mel

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *