Minyak dan lemak telah lama menjadi salah satu bahan pendukung dalam proses memasak produk makanan. Makanan yang digoreng memiliki aroma, rasa, serta tekstur yang lebih dibandingkan dengan metode memasak atau pengolahan pangan lain seperti makanan kukus atau rebus. Meski demikian, minyak atau lemak yang digunakan sebagai bahan penghantar panas dalam teknik menggoreng kerap dianggap memiliki sejumlah efek negatif tehadap kesehatan. Berikut ini adalah 6 mitos dan fakta mengenai minyak dan lemak pada proses penggorengan.
- Mitos: Menggoreng di wajan besi membuat hasil gorengan berbau tengik
Fakta: Hindari menggoreng menggunakan wajan yang terbuat dari besi dan tembaga. Karena, proses oksidasi yang terjadi antara minyak dan besi/tembaga akan menyebabkan bau tengik. Sebaiknya, gunakan penggorengan dari bahan stainless steel yang tidak menyebabkan reaksi. - Mitos: Menggoreng pada suhu tinggi mempercepat kerusakan minyak
Fakta: Panas minyak saat menggoreng sebaiknya dijaga agar tidak melewati titik asapnya. Tujuannya agar komponen lemak dalam minyak tidak teroksidasi. Gunakan minyak panas pada kisaran suhu 160-1800C untuk menjaga kualitas minyak. - Mitos: Minyak tidak boleh dipakai berulang
Fakta: Idealnya, minyak digunakan secukupnya untuk menggoreng dan tidak dipakai berulang. Namun, jika ada sisa minyak cukup banyak, minyak boleh digunakan untuk menggoreng selama mutunya masih baik seperti tidak ada bau tengik dan tidak berwarna hitam. Lebih dari itu, minyak sudah mengandung banyak radikal bebas sehingga berbahaya bagi kesehatan. - Mitos: Suhu tidak berpengaruh terhadap kerusakan minyak
Fakta: Suhu yang digunakan sangat memengaruhi kualitas dari produk yang digoreng. Suhu sebaiknya dijaga tidak lebih dari 1900C. Semakin tinggi suhu akan mempercepat kerusakan minyak. - Mitos: Semua minyak mengandung kolesterol
Fakta: Tentu tidak semua minyak mengandung kolesterol. Minyak nabati seperti yang ada di pasaran (minyak sawit, kelapa, zaitun, jagung, dsb) yang didapatkan dari hasil ekstraksi, selama belum digunakan untuk memasak adalah minyak non kolesterol. - Mitos: Minyak yang menggumpal sudah tidak layak pakai
Fakta: Penggumpalan atau kristalisasi pada minyak terjadi karena suhu lingkungan yang rendah, tapi bukan berarti bahwa minyak tidak baik digunakan. Penggumpalan bisa terjadi karena tidak adanya proses penyaringan pada pembuatannya. Minyak goreng di Indonesia mayoritas dibuat dari kelapa sawit. Bahan bakunya adalah CPO (crude palm oil) atau minyak sawit kasar. Dalam pemurnian CPO menjadi minyak goreng, salah satu langkahnya adalah penyaringan untuk memisahkan bagian minyak padat dengan minyak cair. Minyak goreng adalah bagian dari minyak cair. Proses penyaringan dilakukan untuk mendapatkan minyak yang lebih jernih, tidak terlihat keruh dan tidak menggumpal karena banyak mengandung padatan.