Oleh Ali Khomsan
Kegemukan (obesitas) adalah refleksi ketidakseimbangan konsumsi dan pengeluaran energi. Penyebabnya ada yang bersifat exogenous dan endogenous. Penyebab exogenous misalnya kegemaran makan secara berlebihan terutama makanan tinggi kalori dengan tanpa diimbangi oleh aktivitas fisik yang cukup sehingga surplus energinya kemudian disimpan sebagai lemak tubuh. Penyebab endogenous adalah adanya gangguan metabolik dalam tubuh, misalnya kejadian tumor pada hipotalamus dapat menyebabkan hiperfagia atau nafsu makan berlebihan.
Seseorang dikatakan mempunyai bentuk tubuh ideal apabila ukuran tubuhnya tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk. Antara berat dan tinggi badan terlihat serasi. Tubuh ideal ditandai dengan penumpukan lemak yang normal. Lemak memang harus ada di dalam tubuh tetapi jangan kekurangan atau kelebihan. Kandungan lemak yang normal dalam tubuh pria dewasa muda adalah 15-20% dari berat badan, sedangkan pada wanita dewasa muda 20-25%.
Seseorang perlu berdiet apabila berat badannya melebihi standar normal. Acuannya adalah: Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat Badan (kg) dibagi Tinggi Badan kuadrat (m2), apabila IMT berada pada kisaran 18,5-25.0 (normal), lebih dari 25 (gemuk), kurang 18,5 (kurus). Apabila berat ideal sudah tercapai orang bisa berhenti berdiet, namun pola makan tidak boleh berlebihan.
Seseorang yang kelebihan berat badan akan sering merasa kehabisan napas, badan terasa berat, merasa kepanasan, sakit pada bagian pinggang, pinggul, paha dan lutut. Tanda-tanda ini merupakan peringatan agar seseorang mulai melakukan pengaturan makanan dan melakukan aktivitas fisik secara cukup sehingga tubuhnya tidak semakin gemuk.
Nilai gemuk menjadi berbeda pada masa dahulu dan kini. Di masa lalu gemuk dapat dianggap sebagai lambang kemakmuran yang dapat meningkatkan prestise seseorang. Kini persepsi tersebut sudah berubah. Kegemukan menjadi momok yang harus dihindari. Hal yang harus disadari adalah bahwa kegemukan bukan melulu persoalan estetika tetapi juga merupakan masalah kesehatan. Kegemukan merupakan faktor risiko munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes. Data dari studi Framingham (AS) yang sangat terkenal menunjukkan bahwa kenaikan berat badan sebesar 10% pada pria akan meningkatkan tekanan darah 6,6 mm Hg, gula darah 2 mg/dl, dan kolesterol 11 mg/dl. Ini menunjukkan bahwa kegemukan adalah sesuatu yang sebaiknya dihindari apabila kita ingin hidup sehat.
Bagi orang gemuk upaya menurunkan berat badan bukan hal mudah untuk dilakukan. Orang gemuk relatif kurang sensitif terhadap rasa lapar, tetapi nafsu makannya lebih sering dikendalikan oleh faktor eksternal seperti aroma dan rasa makanan. Jadi keinginan untuk makan berlangsung terus sepanjang di hadapannya tersaji makanan yang lezat dan membangkitkan selera, meski sebenarnya perut sudah kenyang. Berbagai tawaran program penurunan berat badan harus dicermati sehingga kita bisa menjatuhkan pilihan secara tepat. Penurunan berat badan dalam waktu singkat adalah ibarat menegakkan benang basah. Mengapa? Karena lemak yang membuat kita gemuk sudah merupakan bagian dari tubuh kita. Kita tidak bisa menyingkirkannya dalam waktu sekejap. Diperlukan tahapan-tahapan untuk melepaskan lemak dari jaringan adiposa tubuh kita.
Perlu disadari bahwa pengurangan berat badan adalah suatu proses yang memerlukan waktu. Menempelnya lemak dalam jaringan adiposa tubuh biasanya sudah berlangsung bertahun-tahun sejak kita menerapkan pola makan yang salah, yaitu kalori yang masuk ke dalam tubuh berlebihan tetapi hanya sedikit yang dikeluarkan.
Mereka yang sedang berperang melawan kegemukan kadang-kadang mengalami stres berat. Pertama, berkurangnya asupan kalori karena diet dapat menjadi pencetus stres karena orang gemuk biasanya makan banyak dan tiba-tiba harus mengurangi porsi makannya secara cukup signifikan. Kedua, dia berharap-harap cemas dengan program diet yang sedang dilakukannya; akankah program diet tersebut berdampak positif dalam arti terjadi penurunan berat badan atau tidak?
Diet Food Combining pernah sangat populer beberapa tahun yang lalu. Sebagai upaya terapi untuk mengatasi kegemukan, maka Food Combining tampaknya akan secara signifikan dapat menurunkan berat badan. Diet ini secara nyata mengurangi konsumsi karbohidrat, frekuensi makan nasi dari yang biasanya 3 kali sehari menjadi hanya 2 kali. Demikian pula konsumsi lauk-pauk yang umumnya juga kaya lemak (seperti daging) dipangkas hanya menjadi sekali sehari. Sementara buah dan sayur menjadi lebih dominan dalam diet Food Combining. Namun seyogyanya diet ini jangan dijadikan pola makan. Pola makan seimbang dengan empat sehat lima sempurna dengan kuantitas yang cukup lebih menjamin tercukupinya gizi tubuh.
Ada juga diet sesuai golongan darah yang dikenalkan oleh Peter J D’Adamo, golongan darah adalah kunci keseluruhan sistem kekebalan tubuh dan sangat menentukan derajat kesehatan seseorang. Para peneliti telah mempelajari bahwa ada makanan-makanan yang berpotensi menggumpalkan sel-sel pada golongan darah tertentu. Sebaliknya, bagi golongan darah lain, makanan tersebut justru bermanfaat.
Golongan darah O adalah warisan nenek moyang yang pada waktu itu hidup berburu dan banyak mengonsumsi daging dalam sebagian besar waktu mereka. Nantinya, golongan darah ini berkembang menjadi golongan darah A seiring perubahan cara hidup nenek moyang manusia, yang saat itu mulai bertani (agraris). Setelah kemunculan golongan darah A dan seiring persebaran populasi manusia primitif untuk menemukan sumber-sumber makanan baru, muncullah golongan darah B. Golongan darah ini ada semenjak migrasi nenek moyang kita dari benua Afrika ke benua-benua lain. Terakhir, muncul pula golongan darah AB, yang diperkirakan baru muncul sekitar 500–1.000 tahun yang lalu dan dianggap sebagai golongan darah yang paling modern.
Diet berdasarkan golongan darah ini tampaknya mirip dengan konsep ilmu baru, yakni nutrigenomik, yang masih terus dikembangkan hingga saat ini. Dalam ilmu ini, para peneliti mencoba menjelaskan bagaimana zat gizi beraksi pada tingkat molekul. Mengapa ini penting? Itu karena keragaman genetis manusia telah menyebabkan perbedaan proses metabolisme tubuh. Pada akhirnya, nutrigenomik diharapkan akan dapat mendeteksi diet (susunan menu) seperti apa yang cocok bagi seseorang, untuk menghindarkan diri dari obesitas dan berbagai penyakit degeneratif.
Dari sana tampak jelas bahwa minat orang sudah bergeser. Tak lagi puas dengan diet yang sukses menguruskan badan, tapi juga yang dapat meningkatkan kesehatan dan menawarkan usia panjang. Diet sesuai golongan darah perlu dikaji secara ilmiah tantang dampaknya terhadap penurunan berat badan dan sebagai upaya mencegah penyakit degeneratif. Testimoni-testimoni dari mereka yang telah mempraktekkan diet ini memang banyak yang menyebutkan nilai positifnya. Namun, testimoni akan mempunyai nilai lebih apabila didukung riset-riset ilmiah.
Diet yang tepat sesungguhnya perlu disertai dengan modifikasi perilaku. Modifikasi perilaku ini sangat bergantung pada situasi lingkungan dimana kita bekerja, kuliah, atau belajar. Betapapun kuatnya niat seseorang untuk berdiet, tetapi akan sulit baginya untuk mengalahkan pengaruh lingkungan yang kurang mendukung. Untuk itu diperlukan pengertian bagi orang-orang di sekitarnya misalnya untuk tidak meletakkan makanan di sembarang tempat.
Modifikasi perilaku pada dasarnya adalah upaya mendisiplinkan diri untuk menghindari kebiasaan makan yang tidak seimbang. Kunci keberhasilan modifikasi perilaku sangat bergantung pada keinginan individu yang bersangkutan untuk berusaha menurunkan berat badannya. Dalam hal ini perlu ditanamkan rasa percaya diri akan suatu tujuan bahwa menurunkan berat badan adalah penting demi alasan kesehatan.
Kebiasaan menonton TV sambil ‘ngemil’ juga harus dikurangi. ‘Snack’ kaya kalori yang umumnya menjadi makanan selingan sering dikonsumsi secara berlebihan pada saat kita menonton TV. Kegiatan menonton TV yang termasuk dalam aktivitas ringan harus selalu diimbangi dengan aktivitas fisik lain yang bersifat lebih mengeluarkan energi.
Di Amerika Serikat dapat dijumpai program Weight Watchers yang pada intinya menerapkan modifikasi perilaku dengan bantuan peer group yang sangat mendukung. Jadi anggota-anggota peer group saling mengingatkan tentang pentingnya mematuhi perilaku makan yang sudah disepakati bersama untuk keberhasilan penurunan berat badan.
Mengatasi kegemukan bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Tetapi dengan disiplin diet yang disertai dengan modifikasi perilaku maka penurunan berat badan akan dapat dicapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Prof DR. Ir. Ali Khomsan,
Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat IPB