Penyajian ketupat di hari lebaran sudah menjadi sebuah tradisi. Ketupat seolah menjadi simbol dari momen Idul Fitri dan halal bihalal, tidak hanya berupa santapan, dekorasi dan kartu ucapan lebaran ikut dimeriahkan dengan ikon ketupat.
JADI IKON LEBARAN
Berlebaran tanpa ketupat terasa kurang lengkap. Tradisi yang berlangsung turun- temurun ini bukan muncul secara kebetulan. Sebuah catatan sejarah menuliskan, Sunan Kalijaga adalah orang yang pertama kali ‘memplokamirkan’ Ba’da
Kupat pada masyarakat Jawa. Ba’da kupat atau lebaran ketupat dirayakan satu minggu setelah Lebaran. Masyarakat Jawa membuat ketupat dari beras yang dimasukkan ke dalam selongsong dari daun kelapa muda yang dijadikan pembungkus ketupat. Ketupat tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua sebagai simbol kebersamaan.
Penamaan ketupat sendiri mempunyai banyak arti. Kata ketupat diyakini berasal dari bahasa Jawa ngaku lepat, yang artinya mengakui kesalahan. Dengan ketupat, diharapkan sesama muslim mau mengakui kesalahan
dan saling memaafkan kesalahan muslim lainnya. Versi lain menuliskan, ketupat berasal dari kata kelupat yang artinya telu papat. Hal tersebut merujuk pada aturan dalam rukun islam bahwa selama bulan puasa, konsentrasi ibadah dilakukan pada aturan yang ketiga (puasa) dan keempat (mengeluarkan zakat), karena keduanya menyiratkan proses pembersihan diri dari segala kesalahan.
Oleh Mel
Selengkapnya artikel ini dapat dibaca di majalah Kulinologi edisi Juli 2015, yang dapat diunduh di http://www.kulinologi.co.id/