Tidak seperti pangan tradisional berbahan kedelai lainnya yang berasal dari Cina dan Jepang, tempe merupakan produk asli Indonesia. Makanan ini sudah dikenal sejak dahulu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.
Dalam Serat Centhini yang berlatar Jawa abad ke-16 ditemukan kata “tempe” untuk menyebut nama hidangan, seperti jae santen tempe dan kedhele tempe srundengan.
Sebagai produk tradisional warusan budaya bangsa yang proses pembuatannya tidak dibakukan, maka sangat wajar jika proses pembuatan tempe sangat beragam. Namun, pada dasarnya tahapan pembuatan tempe di daerah mana pun sama, yaitu meliputi pencucian kedelai, perendaman, perebusan, penambahan laru, pengemasan, dan fermentasi.
Sentra produksi tempe utama di Indonesia adalah Yogyakarta, Purwokerto, Pekalongan, Malang, dan Bandung. Oleh karena itu, proses pembuatan tempe dibedakan menjadi lima metode sesuai daerah-daerah tersebut.
Buku “Tempe: Sumber Zat Gizi dan Komponen Bioaktif untuk Kesehatan” mengulas tentang tempe mulai dari sejarah, proses produksi yang higienis, mikroba dalam tempe, nilai gizi dan perubahan sifat fisiko-kimia tempe, senyawa bioaktif dan perubahan senyawa antigizi, manfaat tempe untuk kesehatan, dan diversifikasi tempe segar dan produk olahannya.
Dalam buku ini, tim penulis yang terdiri dari Prof. Made Astawan, Prof. Tutik Wresdiati, dan Lulu Maknun STP mengungkapkan bahwa tempe pantas menjadi kebanggaan Indonesia karena tidak hanya aspek sejarah dan budaya, namun tempe juga mengandung komponen bioaktif yang bermanfaat. KI-29.