Daging ayam kampung masih menjadi salah satu kuliner yang digemari masyarakat Indonesia. Jenis daging ayam khas Indonesia ini memang berbeda dan memiliki keunikan tersendiri, sehingga meskipun banyak beredar daging ayam pedaging, daging ayam kampung masih tetap menempati hati para penikmatnya.
Kepopuleran daging ayam kampung dapat dilihat dari meningkatnya produksi ayam kampung dari tahun ke tahun. Diketahui dari tahun 2001 sampai 2005 terjadi peningkatan sebanyak 4,5%, dan pada tahun 2005 sampai 2009 konsumsi daging ayam kamping meningkat dari 1,49 juta ton menjadi 1,52 juta ton (Aman, 2011).
Selain itu, dapat dilihat pula bahwa bisnis kuliner tata boga ayam kampung makin eksis, baik resto-resto yang telah mempunyai merek terkenal dengan resep turun-temurun, maupun resto-resto baru yang menyajikan inovasi olahan ayam kampung.
Dilihat dari warnanya, ayam kampung mempunyai warna yang lebih gelap dan merah dibanding ayam boiler. Hal ini menunjukkan kandungan hemoglobin yang lebih tinggi pada ayam boiler. Oleh karena itu, zat besi pada ayam kampung juga lebih banyak daripada ayam boiler. Tekstur daging ayam kampung lebih alot, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengolahnya menjadi empuk. Selain itu, daging ayam jenis ini juga mengandung sedikit air sehingga lebih kesat dan kering.
Dilihat dari kandungan gizinya, daging ayam kampung dan ayam boiler mempunyai kandungan protein yang sama, yaitu 37 gram per 100 gram daging. Perbedaannya terletak pada kandungan lemaknya.
Ayam kampung juga memiliki kandungan lemak yang lebih sedikit daripada ayam boiler, yaitu daging ayam kampung mempunyai kandungan lemak 9 gram per 100 gram daging, sedangkan daging ayam boiler mengandung lemak 15 gram per 100 gram daging. Hal tersebut menggambarkan bahwa energi yang dihasilkan dari 100 gram daging ayam kampung lebih rendah, yaitu sekitar 246 kkal, dibanding ayam boiler 295 kkal (Windiani, 2014).
Selengkapnya tentang Bijak Memilih Daging dan Unggas dapat dibaca di Kulinologi Edisi September 2017