Roti menjadi pilihan sarapan praktis yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia saat ini, mulai dari roti manis dengan topping yang bervariasi, hingga savory dengan rupa roti lapis dan roti isi. Persiapan yang cepat dan ringkas, membuat roti menduduki posisi teratas yang dipilih masyarakat menggantikan nasi sebagai bahan makanan utama masyarakat Indonesia. Namun, jauh sebelum roti berkembang hingga sedemikian rupa, roti berawal dari masyarakat mesir kuno yang yang teriasa mebuat roti gepeg yang dipanggang diatas tungku, pada saat itu, adonan yang belum sempat terpanggang tertutup dan ditumbuhi spora di sekitar permukaan roti. Kemudian, hal itulah yang menjadi cikal bakal proses pembuatan roti yang mengunakan ragi.
Perjalanan roti di Indonesia
Di Indonesia sendiri, perkembangan roti berawal sejak zaman belanda pada tahun 1930-an. Budaya memakan roti yang dilakukan oleh orang barat, lambat laun menyebar pada masyarakat Indonesia yang saat itu menjadi wilayah jajahan Belanda. Saat itu, roti masih dijajakan dengan cara berkeliling menggunakan gerobak sepeda. Tekstur dan remahan rotinya pun masih kasar. Setelah beberapa tahun, para penjual roti mulai berhenti menjajakan roti dengan berkeliling dan beralih degan mendiami suatu bangunan. Biasanya, toko roti seperti ini berada di kawasan pusat sebuah kota. Roti ini, kini lebih dikenal dengan roti tempo dulu yang memiliki ciri polos tanpa topping dan banyak ditemukan di area yang dulunya merupakan komunitas belanda di pusat kota.
Setelah memiliki tekstur dan remahan yang masih kasar, di akhir tahun 1950-an cita rasa yang dimiliki oleh roti Indonesia menjadi lebih gurih dan aroma yang lebih harum karena adanya penambahan mentega. Namun, tekstur roti tersebut masih padat dan kurang mengembang. Karena, roti hanya hanya dikembangkan dalam baskom bertutup lap basah. Kemudian, sekitar tahun 1970-an, mulai berkembang roti dengan banyak varian isian mulai dari roti dengan isi keju parut, isi meises, serta roti goreng long john (roti goreng persegi panjang tabur keju atau meises). Di tahun ini pula, perkembangan roti menjadi lebih berinovasi dan bervariasi hingga saat ini.
Proses pembuatan roti
Pada prinsipnya, pembuatan roti terdiri dari beberapa tahapan yaitu pencampuran adonan, fermentasi adonan, pembentukan adonan, dan pemanggangan. Tujuan dari pencampuran adalah membuat adonan yang sempurna, mengembangkan sifat daya rekat sehingga adonan dapat mengembang dan mempunyai tekstur yang lembut. Pada proses pencampuran adonan terjadi perubahan sebagian pati menjadi gula. Kemudian, pada proses fermentasi adonan terjadi perubahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Ragi yan digunakan dalam fermentasi bereaksi dengan pati dan gula untuk menghasilkan gas karbondioksida. Perkembangan gas ini menyebabkan adonan mengembang dan menyebabkan adonan menjadi lebih ringan dan lebih besar. Untuk mendapatkan hasil yang seragam, proses fermentasi sangat menentukan. Suhu formal untuk fermentasi ialah kurang lebih 26oC dan kelembabannya 70-75 %.
Proses selanjutnya, yakni proses pembentukan memiliki tujuan untuk menyeragamkan hasil akhir dari roti yang diinginkan. Pembagian adonan dapat dilakukan dengan menggunakan pemotong adonan. Kemudian, adonan yang telah dipotong akan mengalami fermentasi lanjutan yang bertujuan untuk mengembangkan lagi adonan agar bertambah elastis dan dapat mengembang setelah kehilanngan banyak gas pada saat proses pembentukan. Agar proses pengembangan cepat fermentasi akhir ini biasanya dilakukan pada suhu sekitar 38oC dengan kelembaban nisbi 75-85 %.
Proses terakhir yang merupakan proses pemanggangan, di mana adonan akan dipanggang di dalam oven sampai matang dicirikan dengan berwarna kuning kecoklatan, mengeluarkan aroma khas roti, dan terjadi pembentukan crust. Pembentukan crust terjadi karena reaksi maillad dan karamelisasi gula. Suhu untuk pemanggangan roti berkisar 205°C.