Perubahan gaya hidup telah telah menjadikan produk pangan tidak hanya untuk dinikmati dari cita rasanya, namun para penikmatnya juga mempunyai rasa keingintahuan terhadap nilai dalam sebuah produk pangan. Misalnya dalam kuliner soto, aspek budaya, sejarah dan nilai fungsionalnya perlu untuk digali. Perlu diketahui bahwa soto telah menjadi makanan lokal di mana tanpa adanya konsensus, masyarakat di berbagai daerah Indonesia telah menyebutnya sebagai soto. Dalam sebuah catatan Belanda disebutkan bahwa ada makanan di Hinda belanda yaitu orang-orang pribumi sering membuat kaldu bernama soto yang dibuat dari babat sapi dan bahan lainnya.
Perlu adanya kajian dan riset sampai akhirnya soto mampu menjadi kuliner unggulan Indonesia. “Sampai sekarang terdapat 75 macam soto yang menempati 65% wilayah kuliner Indonesia. Sebagian besar jenis soto tersebut tersebar di Jawa dan Madura,” tutur Pemerhati dan Penulis Kuliner Indonesia, Prof. Murdijati Garjito dalam Indonesia Culinary Conference and Creative Expo 2017 yang diselenggarakan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan UGM di Yogyakarta pada 4 Oktober 2017 lalu.
Selain itu, sebagai sarana untuk menggiatkan pelestarian kuliner, pengembangan riset dan diskusi, maka para pemangku kepentingan yang meliputi pemerintah, pelaku bisnis, akademisi, media, dan penikmat kuliner membentuk sarana komunikasi bernama Forum Komunikasi Kuliner Indonesia (Forkomkulindo). KI-29