Mayoritas masyarakat Indonesia tak pernah lepas menggunakan minyak goreng untuk mengolah berbagai macam bahan makanan, baik makanan yang di kaki lima maupun restoran ternama. Kini banyak pendapat tentang minyak goreng yang masih belum jelas kebenarannya tersebar di masyarakat. Beberapa pendapat mengatakan bahwa minyak goreng adalah sesuatu yang harus dihindari karena tidak baik bagi kesehatan. Akan tetapi, sebagian masyarakat berpendapat lain: minyak goreng merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan oleh manusia, dan tidak perlu dihindari.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, kini para produsen minyak goreng telah banyak melakukan fortifikasi dengan berbagai macam vitamin dan mineral untuk menunjukkan manfaat dari minyak goreng sebagai lemak sehat. Problematika di tengah masyarakat tersebut diangkat dalam seminar isu gizi terkini seputar pro kontra penggunaan minyak goreng di Kampus Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada akhir Oktober lalu.
Lemak atau minyak yang sering ditemui pada makanan justru tak boleh dijauhi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam seminar tersebut, dr. Agnes Riyanti Inge Perwadhi, MS., SpGK, selaku Staf Pengajar Departemen Gizi FKUI-RSCM, mengungkapkan bahwa kelebihan cadangan lemak dalam tubuh memang dapat mengakibatkan berbagai penyakit degeneratif berbahaya seperti obesitas, sakit jantung, stroke dan hipertensi. “Dalam batasan yang normal, manusia untuk hidup membutuhkan lemak untuk menyusun fosfolipid dan membran sel,”papar dr. Inge. Lebih jauh ia mengungkap kegunaan lemak, yakni antara lain sangat dibutuhkan untuk menyusun hormon, asam empedu, vitamin D dan kolesterol sebagai penyusun membran sel. “Bila lipid dikonsumsi dalam jumlah yang sangat sedikit, tentunya akan berpengaruh ke produksi hormon, terutama hormon seks, sehingga produksi estrogen atau testoteron menjadi terganggu,”ungkapnya.
Sebagai konsumen yang bijak, pemilihan minyak dalam penggunaan makanan menjadi faktor utama untuk terus menjaga keseimbangan tubuh. Salah satunya dengan memilih asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan oleh tubuh dan kaya akan (High Density Lipoprotein (HDL) yang didapat dari makanan mengandung omega 3 dan omega 6. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS, selaku ketua Pergizi Pangan Indonesia memaparkan rumus sederhana kebutuhan lemak yang ideal untuk dikonsumsi,yakni,“Maksimal 1/3 energi dari lemak, 1/3 lemak adalah lemak jenuh, 1/3 lemak jenuh dalam bentuk Monounsaturated(MuFA) /(Polyunsaturated(PuFA), atau gantikan sebagian Saturated (SAFA) dengan PuFA/MuFA dan tentunya minimalisir konsumsi lemak trans.”
Kesalahan yang sering terjadi di masyarakat ialah penggunaan minyak yang sejatinya bagus, menjadi buruk kualitasnya, karena tak bijak dalam penggunaan dan pengolahannya. Minyak yang dipanaskan hingga suhu 150-180C akan mengalami peningkatan lemak jenuh, lemak trans, terbentuk radikal bebas dan senyawa karsinogenik, serta penurunan zat gizi. Minyak goreng sebaiknya rendah kandungan linoleat dan linolenat dengan tinggi kandungan antioksidan sehingga tetap stabil saat pemanasan. Hal ini tentu berbeda dengan minyak untuk salad, yang justru harus kaya lemak tak jenuh karena, tak melalui proses pemanasan.
Hardin mengingatkan tentang penggunaan minyak jelantah yang sering dipakai ulang oleh produsen ‘nakal’ yang menjadi amat berbahaya, karena tingginya kandungan lemak jenuh, lemak trans, radikal bebas dan karsinogenik. “Jangan stres atau takut berlebihan terhadap minyak. Konsumsilah minyak dengan baik dan dalam konteks gizi yang seimbang, misalnya dengan cukup serat larut air yang didapat dari buah dan sayur, cukup olahraga, menjaga berat badan dan tidak merokok, serta tidak minum alkohol,” pungkas Hardinsyah.K-35 (icha)