Perhatian terhadap gizi prakonsepsi telah menjadi topik hangat di berbagai belahan dunia termasuk di negara negara berkembang. Konsepsi atau hubungan suami istri secara legal dilakukan oleh pasangan yang telah menikah. Pasangan yang menikah umumnya diasumsikan telah mencapai tahapan usia dewasa. Oleh karena itu, masa prakonsepsi atau masa sebelum pernikahan banyak diartikan sebagai masa remaja, sehingga gizi prakonsepsi juga berkaitan dengan pemenuhan gizi saat remaja. “Sayangnya, penelitian tentang gizi pada remaja belum banyak dilakukan di Indonesia sehingga ke depan diperlukan lebih banyak perhatian terhadap aspek ini,” kata Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Saptawati Bardosono dalam sebuah seminar seputar pemenuhan zat gizi menjelang pernikahan, yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI di Kampus Depok, belum lama ini.
Lebih lanjut Saptawati mengutip hasil penelitian yang dilakukan di Etiopia tahun 2009 yang mengungkapkan bahwa kekurangan zat gizi makro pada remaja putri perlu ditangani dengan baik sebelum mencapai usia konsepsi untuk memutus rantai malnutrisi antar generasi. Dalam penelitian tersebut digambarkan grafik perkembangan tinggi dan indeks massa tubuh (IMT) terhadap umur yang sejak awal remaja belum memenuhi standar median WHO yaitu di bawah persentil 5 hanya dapat bertambah hingga mendekati persentil 25 pada masa akhir remaja. Penelitian lain di India pada tahun 2010 menyatakan bahwa defiseinsi zat gizi menjadi masalah yang cukup besar pada remaja pria maupun wanita.
Jika di kedua negara tersebut masalah gizi muncul karena kekurangan asupan makanan yang baik, di Australia masalah gizi kurang pada remaja justru terjadi karena perilaku diet yang salah. Kampanye melawan obesitas yang juga menjadi masalah gizi di berbagai negara barat menimbulkan paradoks baru yaitu diet yang tidak sehat, khususnya pada remaja putri yang menginginkan figur langsing. “Beberapa teknik pengontrolan berat badan yang dilakukan oleh remaja remaja putri dengan berat badan masih normal mendekati overweight terbukti menyebabkan kondisi kurang gizi kronis yang ditandai dengan berbagai kelainan penanda metabolisme dalam darah,” kata Saptawati.
Oleh karena itu, pengetahuan gizi prakonsepsi yang baik perlu menjadi perhatian pada remaja. Saptawati merujuk padda hasil penelitian di Mesir tahun 2011 yang mengungkapkan bahwa peningkatan pengetahuan, sikap, dan praktik gizi dapat mendukung perbaikan gizi prakonsepsi pada remaja wanita maupun pria. Peningkatan pengetahuan gizi yang diberikan melalui konseling dan brosur terbukti dapat meningkatkan sikap gizi yang baik pada kedua kelompok tersebut.
Ketidaksuburan (infertilitas) atau ketidakmampuan menghasilkan keturunan pada manusia dipengaruhi oleh berbagai sebab. “Infertilitas dapat terjadi pada wanita, pria, kedua-duanya, atau karena sebab yang tidak diketahui,” ungkap Saptawati. Ketidaksuburan pada wanita biasanya disebabkan karena gangguan menstruasi, polycystic ovarian syndrom (PCOS), endometriosis, obesitas, serta diet yang tidak sehat. Sementara itu, gangguan kesuburan pada pria disebabkan oleh gangguan pembentukan sperma (spermatogenesis), obesitas, serta pola diet yang tidak baik.
Salah satu sebab yang menurunkan kesuburan adalah adanya stres oksidatif dalam tubuh. Normalnya, aktivitas oksidasi dalam tubuh seimbang dengan produksi antioksidan dalam tubuh. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu aktivitas oksidasi terjadi secara berlebihan sehingga menghasilkan produk oksidasi melebihi antioksidan. Inilah yang disebut dengan stres oksidatif. Stres oksidatif dapat membawa dampak kurang baik pada fertiltas, di antaranya mengganggu aktivitas hormon yang berpengaruh pada kesuburan.
Pengaruh buruk stres oksidatif terhadap tubuh dapat dilawan denagn antioksidan yang berasal dari tubuh berupa enzim antioksidan dan donor ion H atau pengikat radikal bebas, antioksidan juga dapat diperoleh dari luar tubuh melalui makanan. Contoh antioksidan yang berasal dari makanan antara lain vitamin A, C, dan E. “Ketiga vitamin ini telah dikenal sebagai zat gizi mikro ensensial juga diketahui sebagai antioksidan kuat,”kata Saptawati Bardosono.K-35 (yusti)