Sensory & Application

Fakta Seputar Telur

Telur dan kolesterol
Salah jika telur dituding sebagai penyebab terjadinya penyakit jantung, stroke, atau penyakit lainnya yang berhubungan dengan kolesterol.

Penelitian Dr. Frank Wu dari Universitas Harvard tahun 1999 menyebutkan bahwa tidak ditemukan pengaruh konsumsi telur setiap hari dengan penyakit jantung koroner pada pria maupun wanita. Penelitian ini berlangsung selama 14 tahun dan melibatkan lebih dari 100.000 orang.

Kolesterol yang ditemukan di berbagai bahan pangan seperti telur, hati, jantung, dan beberapa seafood tidak memberikan kontribusi besar terhadap naiknya kolesterol dalam darah. Hal lebih penting adalah memperhatikan pola makan sehat dan konsumsi makanan yang kandungan lemak jenuhnya rendah. Pada tahun 2000, The American Heart Association merekomendasikan bahwa 7 butir telur dalam satu minggu masih aman untuk dikonsumsi.

Telur dan alergi
Telur merupakan makanan yang dapat menyebabkan alergi, terutama pada anak-anak umur lima tahun atau anak dalam masa pertumbuhan, tetapi bisa juga ada dan terbawa hingga dewasa (www.aafa.org). Telur terdiri dari berbagai macam protein, beberapa di antaranya merupakan alergen. Ada orang yang hanya alergi pada putih telur tetapi ada juga yang alergi hanya pada kuning telur. Alergi telur berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh manusia. Telur yang masuk ke dalam tubuh, di identifkasi oleh sistem kekebalan tubuh sebagai benda asing dan tubuh bereaksi terhadap benda asing tersebut. Sistem imun tubuh mengeluarkan histamine dan zat pelindung untuk melawan protein telur yang masuk.

Gejala alergi bisa timbul beberapa menit atau beberapa jam setelah mengonsumsi telur. Gejala yang timbul antara lain kulit kemerahan dan gatal, mules pada perut, diare, mual, muntah, mata berair, sesak, dan batuk. Gejalanya juga bisa berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari. Orang yang alergi telur harus menghindari keduanya, putih dan kuning telur. Telur yang hadir dalam jumlah sedikitpun dalam makanan dapat menyebabkan alergi. Telur unggas lain juga dapat menyebabkan reaksi yang sama, tetapi belum banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikannya.

Menurut Burney P dan kawan-kawan, dalam European Journal of Allergy and Clinical Immunology, sebanyak 0,2% orang dewasa di Inggris sensitif telur. Telur mengandung protein yang dalam keadaan mentah merupakan sumber penyebab dari alergi, tetapi di beberapa kasus sumber alergi pada telur tersebut tidak bertahan setelah pemanasan. Ini menjelaskan bahwa orang yang memiliki sedikit alergi telur masih dapat menoleransi telur yang mengalami pengolahan, seperti telur untuk cake.

Telur dan obesitas
International Journal of Obesity merilis hasil riset yang dilakukan oleh beberapa peneliti dari Egg Nutrition Center yang melakukan penelitian pada sejumlah orang yang berusia 25-60 tahun yang mengalami obesitas. Hasilnya, selama 2 bulan setelah rutin mengonsumsi 2 butir telur saat sarapan, ternyata dapat mengurangi berat badan hingga 65%, dan menurunkan angka indeks tubuh hingga 61%.

Dikutip dari Egg Nutrion Center (juni, 2010), khasiat sarapan pagi dengan telur pada remaja juga diteliti oleh asisten professor dari University of Missouri, Heather J. Leidy, Ph.D. Sarapan pagi dengan menu tidak seimbang hanya akan menimbulkan kekenyangan. Tetapi, menu sarapan yang kaya protein, akan mengurangi rasa lapar hingga seharian. Hal yang sama juga terjadi pada orang dewasa yang sarapan dengan menu yang mengandung protein tinggi seperti telur atau bacon.

Telur dan sumber energi
Salah jika mengonsumsi telur mentah dianggap efektif untuk meningkatkan stamina tubuh. Telur mentah kurang bisa dicerna oleh tubuh, ikatan proteinnya yang masih kuat membuat telur dicerna lebih lambat di dalam tubuh. Kandungan avidin dalam telur mentah dapat membawa pengaruh buruk bagi tubuh, menyebabkan penyerapan vitamin dan mineral oleh tubuh menjadi terhambat.

Protein dalam telur menyediakan energi yang stabil dan berkelanjutan, karena tidak menyebabkan meningkatnya gula darah atau keadaan insulin yang dapat menyebabkan efek ‘rebound’ atau energy ‘crash’ pada level terendah. Telur padat gizi, sumber energi, protein dan lemak. Telur mengandung vitamin B, termasuk thiamin, riboflafin, folat, B12, dan B6 yang dibutuhkan untuk memproduksi energi dalam tubuh (Layman et al, 2009).

Telur dan warna
kuning telur

Benar jika semakin gelap warna kuning telur, semakin banyak manfaatnya. Warna kuning telur sering diasosiasikan dengan kualitas kandungan gizi, khasiat, serta rasa yang lebih baik. Warna kuning muda hingga keemasan yang dimiliki kuning telur ayam itu ditimbulkan oleh pigmen yang bernama karotenoid. Warna kuning pada telur ayam ini dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi oleh ayam. Dalam kuning telur terdapat lutein dan zeaxanthin, yang termasuk kedalam pigmen karotenoid. Lutein dan zeaxhantin tidak hanya memberikan warna pada telur, tetapi juga mencegah oksidasi dan kerusakan vitamin yang dikandung telur. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa lutein dan zeaxanthin diidentifikasikan sebagai karotenoid yang terakumulasi disekitar retina manusia, yang sangat berperan dalam mencegah macular degeneration karena umur dan mencegah pembentukan sel kanker.

Lutein dan zeaxanthin juga merupakan pre kursor vitamin A, sehingga tidak dapat dikonversikan begitu saja menjadi vitamin A oleh metabolisme tubuh. Lutein dan zeaxanthin terdispersi ke dalam kuning telur yang merupakan matriks yang tersusun dari lemak yang dapat dicerna – seperti kolesterol, triacylglycerol, and phospholipid-. Bersama dengan vitamin A, D, E dan zat gizi mikro lainnya, lutein dan zeaxanthin dapat tercerna oleh manusia. (Handelmann et al, 1999) K-12

Referensi:

  • Layman KL, Rodriguez NR, 2009, Egg Protein as a source of power, strength and energy, Nutrition Today, 44:1
  • Burney P, Summers C, Chinn S, Hooper R, van Ree R, Lidholm J, Prevalence and distribution of sensitization to foods in the European Community Respiratory Health Survey: a EuroPrevall analysis, European Journal of Allergy and Clinical Immunology, 10:1111, p.1398-9995
  • Handelman Garry J, Zachary D Nightingale, Alice H Lichtenstein, Ernst J Schaefer, and Jeffrey B Blumberg. 1999.
  • Lutein and zeaxanthin concentrations in plasma after dietary supplementation with egg yolk1–3. The American Journal of Clinical Nutririon.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *