Pelaku bisnis jasa boga wajib mengetahui dan mengendalikan nilai pangan. Menurut Pemimpin Redaksi Majalah KULINOLOGI INDONESIA yang juga Direktur SEAFAST Center IPB, Dr. Purwiyatno Hariyadi, nilai pangan tersebut terdiri dari dua faktor, yakni faktor keamanan dan faktor mutu. Faktor keamanan tidak boleh di tawar dan harus terpenuhi. “Faktor keamanan ini meliputi aman jasmani dan juga aman secara rohani,” kata Purwiyatno dalam Seminar Safety of Food Services yang diselenggarakan KULINOLOGI INDONESIA dan SEAFAST Center IPB, bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung pada 22 Mei lalu di Bandung.
Keamanan jasmani berkaitan dengan bahaya kimia, fisika, dan biologi. “Sementara keamanan rohani menyangkut ketenangan individu dalam mengonsumsi pangan berkaitan dengan budaya, kepercayaan, dan agama,” tambah Purwiyatno. Menurut US CDC (2004), setidaknya ada 8 penyebab utama sakit oleh pangan (foodborne illness), yakni kontaminasi silang, pemanasan kurang, daerah suhu berbahaya, bahan mentah terkontaminasi, makanan terlalu lama menunggu, personalia, kesalahan pemanasan, dan kesalahan pendinginan.
Selain aman, menurut Purwiyatno ada lima tuntutan mutu pangan oleh konsumen secara global, yakni 1) health and wellness, 2) convenience, 3) lingkungan (lokalitas, etnis), 4) etika, dan 5) kenikmatan cita rasa (pleasure/indulgence). Berkaitan dengan kesehatan tersebut, beberapa isu yang saat ini banyak dibicarakan di hotel, restoran, katering, dan kantin antara lain asupan kalori; lemak (jenuh, trans); serat, prebiotik; glikemiks indeks; antioksidan; dan lain-lain.
Untuk menghadapi isu-isu
–baik berkaitan dengan keamanan pangan maupun gizi, kemudian berkembanglah suatu bidang baru yang bernama Kulinologi. Menurut Research Chef Association (RCA), Kulinologi adalah suatu sinergi antara seni kuliner dengan ilmu dan teknologi pangan.
Senada dengan yang disampaikan Dr. Purwiyatno Hariyadi, Ketua Jurusan Hospitality Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung –Saiful Adi M.Pd, mengungkapkan pentingnya penjaminan keamanan pangan di industri jasa boga. Saiful juga menjelaskan tren convenience foods yang banyak terjadi di industri jasa boga. “Beberapa jenis convenience foods antara lain produk paruh jadi, produk siap masak, produk siap dipanaskan, dan produk siap disajikan,” ungkap Saiful. Lebih lanjut Saiful menambahkan, bahwa convenience foods dapat mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja/staf, terbatasnya ruang penyimpanan, pengadaan bahan mentah, peralatan proses yang tidak memadai, serta waktu dan ruang kerja yang terbatas.
Processed cheese, safer and convenience
Acara seminar tersebut juga dimeriahkan oleh demo masak Chef Rudi Choirudin yang menampilkan aneka masakan berbasis keju. Rudi menggunakan aneka keju olahan (processed cheese), baik dalam bentuk spread, balok, dan cheese melt dengan merek Cheesy. Menurut Rudi, aneka jenis keju olahan tersebut selain mudah digunakan, juga berkontribusi terhadap peningkatan mutu produk yang dihasilkan.
Sementara itu Direktur PT Dairygold Indonesia –Pratomodjati, yang merupakan produsen keju Cheesy mengungkapkan bahwa sebenarnya ada beberapa klasifisikasi keju olahan, di antaranya adalah processed cheese, processed cheese food, processed cheese spread, dan processed cheese products. Dia juga memberikan tips penanganan dan penyimpanan keju olahan di industri jasa boga, yakni 1) perhatikan kemasan produk, beli sejumlah kebutuhan 1-2 minggu saja, 2) simpan dalam lemari pendingin, jangan dibekukan, 3) gunakan alat dan perlengkapan yang bersih, dan 4) keju sisa potongan, dikemas dalam kantong atau wadah plastic rapat. Habiskan dalam waktu 2 minggu.
Selain PT Dairy Gold Indonesia, acara tersebut juga didukung oleh Omar Taraki Nioda, Yummy dan Coca Cola
Hendry Noer F