Sagu merupakan salah satu jenis tumbuhan penghasil karbohidrat, yang bisa diolah menjadi berbagai produk makanan seperti bihun, empek-empek, atau mie ramen yang merupakan makanan asal Jepang. Sagu dihasilkan dari tumbuhan yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu sagu liar dan sagu budidaya yang tumbuh subur di Papua Nugini, dengan luas lahan tumbuh 1 juta HA untuk sagu liar serta 20000 HA untuk sagu budidaya. Di Indonesia, tepatnya Pulau Papua, dengan luas lahannya mencapai 1,25 juta HA untuk sagu liar dan 148000 HA untuk sagu budidaya. Selain di dua negara tersebut, sagu juga dibudidayakan di beberapa negara Asia Tenggara, yaitu Malaysia dengan luas lahan 45000 HA, Thailand dengan luas lahan 3000 HA, dan Filifina dengan luas lahan 3000 HA serta di negara-negara lain dengan total luas lahan 5000 HA. Berdasarkan data tersebut, dapat dipastikan Indonesia menjadi sumber sagu terbesar di dunia.
Pembahasan tentang sagu sebagai bahan baku penting dalam industri kuliner di Indonesia tersebut mengemuka dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Unika Atmajaya Jakarta pada 28 Juni lalu. Dalam kesempatan itu Pimpinan PT Austindo Nusantara Jaya Achmad Hadi Fauzan mengatakan, sagu yang tumbuh di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia merupakan jenis metroxylon. Kandungan gizi utama sagu jenis ini adalah karbohidrat dalam jumlah besar dan protein, vitamin, serta mineral dalam jumlah sedikit. Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki peranan penting dalam mencukupi kebutuhan akan karbohidrat untuk manusia di seluruh dunia. Hal tersebut dilihat dari kontribusinya, yaitu 8-9% dari karbohidrat dunia.
Selain sebagai sumber karbohidrat alternatif, sagu memiliki banyak potensi lainnya. Salah satu potensi utamanya dilihat dari perspektif ekonomi, yaitu harga tepung sagu dunia yang stabil, tidak membutuhkan pupuk atau pestisida, harga tepungnya tidak berkorelasi dengan harga minyak kasar atau minyak sayur, sedikitnya penguapan tepung sagu, dan industri sagu merupakan jenis industri zero waste karena semua bagian dari tumbuhan ini memiliki kegunaan seperti tepungnya yang berfungsi sebagai makanan serta bahan bakar, limbah serat yang berfungsi sebagai pakan ternak serta biogas, dan daunnya yang dapat berfungsi sebagai jerami.
Potensi-potensi lainnya adalah, sagu merupakan tanaman yang unik karena tumbuhan ini dapat subur tanpa adanya bantuan pupuk kimi, sehingga sagu bisa dikatakan sebagai sumber karbohidrat organik. “Beberapa olahan makanan berbahan dasar sagu adalah bihun, mie ramen yang merupakan makanan asal Jepang, dan Pempek,” kata Achmad.
Berdasarkan potensi yang dimiliki dan ketersediannya di Indonesia, semestinya Indonesia menjadi salah satu penghasil karbohidrat untuk dunia. Namun, sampai saat ini, negara pemasok karbohidrat terbesar adalah China, Taiwan, dan Australia. Berbagai masalah teknis, seperti minimnya sarana dan prasarana pengolahan sagu yang membuat hutan sagu hanya diolah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga warga sekitar hutan sagu, letak hutan sagu di pedalaman Indonesia yang menyulitkan transportasi ke hutan sagu tersebut, serta adanya perbedaan budaya di daerah tersebut sehingga sering menjadi penyebab kesalahpahaman antara penduduk setempat dengan pendatang, membuat pengolahan sagu hanya terbatas pada pengolahan tradisional dan sulit untuk mengembangkan industrinya.
Fauzan berharap pemerintah dan pengusaha-Pengusaha Indonesia dapat bekerja sama untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut sehingga industri sagu Indonesia dapat maju dan membuat Indonesia menjadi salah satu negara penghasil dan pengekspor karbohidrat terbesar di dunia. syifa