Bermula dari roti sederhana yang dikenal pada zaman Neolitikum. Kini, roti mengalami metamorfosis dalam berbagai gaya dan bentuk.
Saat sarapan di pagi hari, roti sering jadi andalan. Ketika siang hari tak sempat makan, sajian yang satu ini pun rasanya sanggup menjadi pengganjal perut yang jempolan. Bahkan, saat lapar menyerang di tengah malam, roti bisa menjadi camilan yang paling dicari. Ya, roti memang panganan yang cocok disantap kapan saja, tanpa kenal waktu. Pilihan cita rasa dan tekstur pun bisa disesuaikan dengan selera. Suka tekstur roti yang padat versi zaman dulu, roti yang ringan dan empuk gaya sekarang, roti isi atau roti ber-topping? Semuanya bisa didapatkan. Di balik macamnya yang segudang, roti sudah mengalami kisah perjalanan panjang hingga bisa setenar sekarang.
Perjalanan roti
Cita rasa roti yang mudah klop dengan indera pencecap serta keluwesannya untuk divariasi menjadi sejumlah sajian (dari sandwich hingga pudding panas) membuat roti, dari yang rasanya tawar hingga roti manis, tak pernah kehabisan penggemar.
Selain itu, kandungan karbohidratnya yang tinggi membuat roti jadi pilihan yang pas untuk mengatasi rasa lapar, kapan saja. Di dalam ilmu kuliner, roti dikelompokkan dalam produk bakery, bersama dengan cake, pastry, dan cookies. Di dalam golongan bakery, roti termasuk produk perdana yang dikenal, dan paling ngetop di jagat raya hingga saat ini.
Jika mau dirunut, konon roti sudah dikenal sejak zaman Neolitikum, di mana pada saat itu biji-biji sereal dicampur dengan air dan dibuat pasta. Awalnya, tidak ada ragi dalam pembuatan roti. Proses fermentasi terjadi secara tidak sengaja, setelah roti didiamkan selama beberapa hari. Ternyata, tumbuh spora di sekitar permukaan roti. Hal ini menunjukkan terjadinya proses fermentasi oleh ‘makhluk kecil’, hingga muncul roti yang dibuat dengan menggunakan ragi. Di saat itu juga, orang Mesir kuno membuat makanan fermentasi ini bersamaan dengan pembuatan minuman bir yang keduanya mempunyai arti religius.
Ternyata, hal tersebut dijadikan ide awal oleh mereka dalam menciptakan alat untuk memanggang (dalam hal ini oven dari bahan tanah). Dengan suhu panas selama penyimpanan, tentu akan membuat roti dapat mengembang lebih sempurna dan hasilnya jadi lebih baik
Sekitar, tahun 1000 SM, roti menjadi makanan pokok rendah lemak yang tercatat dalam sejarah bangsa Eropa. Namun, ratusan tahun kemudian, sebagian besar masyarakat Eropa mulai jenuh dengan makanan ini dan produksi roti pun mulai merosot tajam.
Adalah Otto Frederick Rohwedder, yang dianggap sebagai penggerak gemar makan roti kembali, dengan mempopulerkan roti iris (sliced bread). Pada tahun 1928, Otto menciptakan sebuah mesin yang bisa mengiris roti dengan sangat rapi. Toko roti di Chillicothe, Missouri adalah yang pertama kali menggunakan mesin pengiris roti ini.
Perkembangan besar terjadi di tahun 1961, di mana sebuah metode pembuatan roti tercepat (no time method), ditemukan oleh Flour Milling and Baking Research Association, dengan nama The Chorleywood Bread Process (CBP). Dalam metode ini, roti bisa dibuat dalam hitungan detik. Tentunya, dengan menggunakan mesin berteknologi tinggi (proofing box atau mesin bertemperatur hangat untuk pengembangan roti), hingga mengurangi waktu fermentasi di dalam proses pembuatan roti.
Inilah cikal bakal roti berwarna putih dan tawar mulai jadi favorit. ‘Roti putih’ ini umumnya dibuat dari bahan baku berupa tepung terigu, gula, susu, margarin, ragi, telur, garam, dan air. Sebagai bahan penunjang biasanya ditambahkan ingridien, yang dapat memperbaiki tekstur, aroma, serta cita rasa roti, hingga akhirnya muncul istilah roti manis.
Pada prinsipnya pembuatan roti terdiri dari tahap-tahap yaitu pencampuran adonan (dough), fermentasi adonan, dan pemanggangan. Tujuan dari pencampuran adalah membuat adonan yang sempurna sehingga adonan mengembang dan mempunyai tekstur yang lembut, pori-pori kecil yang tidak menggigit. Pada proses pencampuran adonan terjadi perubahan sebagian pati menjadi gula.
Selanjutnya, pada proses fermentasi terjadi perubahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Di mana, gas CO2 yang dihasilkan dalam adonan berada di titik akhir, dan memberi volume pada roti. Tahapan terakhir adalah pemanggangan, di mana adonan akan dipanggang di dalam oven sampai matang yaitu berwarna kuning kecoklatan, dan mengeluarkan aroma khas roti.
Generasi berikutnya adalah pembuatan jenis roti yang berwarna cokelat (brown bread). Roti ini terbuat dari campuran tepung terigu dan 10% gandum utuh, hingga gizinya dianggap lebih baik, karena mengandung lebih banyak serat. Ada juga wholemeal bread (roti dengan tepung gandum utuh), hingga wheat germ bread (menggunakan biji gandum untuk perasa), yang banyak muncul di Eropa dan Amerika
Roti dalam negeri
Sama halnya seperti di belahan dunia lain, budaya makan roti juga berkembang pesat di tanah air. Berawal dari kebiasaan menyantap roti sebagai sarapan, kini roti sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan. Gerai-gerai roti yang tampil modern semakin bertebaran, terutama Jakarta. Tekstur roti masa kini sangat empuk. Belum lagi topping-nya yang banyak pilihan, mulai dari olesan mayones dengan taburan abon, penggunaan ubi ungu, hingga selai buah.
Jauh sebelum roti-roti versi baru ini muncul, roti telah hadir di Indonesia sejak zaman Belanda sekitar tahun 1930-an. Budaya makan roti yang biasa dilakukan oleh orang barat tersebut, mulai ditularkan pada warga pribumi. Saat itu, roti mulai ditawarkan di tanah air dengan cara berkeliling menggunakan gerobak bersepeda. Tekstur dan remahan rotinya masih kasar.Tahun boleh terus berganti, toh, roti-roti tempo dulu ini masih bisa dinikmati di toko-toko roti lawas hingga kini. Biasanya, toko roti ini berada di kawasan pusat sebuah kota, area yang dulunya merupakan komunitas Belanda. Kalau dibandingkan dengan roti modern ala Taiwan yang tengah booming, cita rasa dan penampilan roti tempo dulu lebih sederhana, pilihan rasanya pun terbatas. Roti modern dipoles dengan topping, sedangkan permukaan roti tempo dulu dibiarkan polos.
Di akhir tahun 1950-an, cita rasa roti sudah lebih gurih dan aromanya lebih harum karena penambahan mentega. Namun, tekstur masih padat dan kurang mengembang. Sebabnya, roti hanya dikembangkan di suhu ruang dalam baskom bertutup lap basah, bukan dengan mesin.
Sekitar tahun 1970-an, roti-roti dengan isi keju parut atau meises, serta roti goreng long john (roti goreng persegi panjang tabur keju atau meises), mulai dikenalkan ke publik, lewat bakery lawas lain, generasi berikunya. Bisa jadi, animo masyarakat yang tinggi dengan kreasi roti baru saat itu, membuat produsen semakin berani untuk berinovasi. Mel