Syarat utama seorang pengusaha makanan adalah mampu menjamin keamanan makanan yang disajikan. Jangan jadikan kesehatan konsumen sebagai taruhannya!
Sebuah makanan yang tersaji di depan mata Anda, tentunya sudah melalui proses panjang di belakang layar. Seporsi sushi, semangkuk tom yam, semangkuk soto mi, sepiring ayam goreng kremes dan lalapannya, ataupun hidangan favorit lainnya, bisa hadir di meja makan Anda, setelah diracik di dapur. Dalam proses memasak, tanganlah yang jadi pemeran utamanya. Mulai dari persiapan bahan baku (mencuci, memotong, mengupas), proses pemasakan, hingga penyajian (memotong makanan, meletakkan garnish, menata makanan), semuanya dilakukan oleh tangan.
Itu cerita dari balik dapur. Saat terhidang, Anda tak tahu menahu bagaimana ‘pergulatan’ di belakang. Anda hanya tahu, makanan yang disajikan terasa enak. Saat melihat sendiri apa saja yang dilakukan pada makanan Anda sebelum dihidangkan, mungkin Anda sempat berpikir, bagaimana jika tangan pedagang atau juru masaknya tidak bersih saat memotong sushi pesanan Anda? Atau saat memotong risol dan daging untuk soto mi? Mungkin selama ini sudah banyak yang “ngeh” akan hal ini, namun diam saja, karena toh setelah makan, aman-aman saja, kok. Anda pun tak lagi memusingkan urusan kebersihan tangan tersebut. Namun, isu keracunan makanan yang terjadi, tak pernah berhenti. Mungkin kali ini Anda masih beruntung karena badan Anda sedang fit, siapa yang bisa menjamin kalau besok atau lusa, saat Anda sedang kurang sehat, Anda ikut jadi korban keracunan makanan seperti diare, disentri, hingga tifus?
Pentingnya sarung tangan
Jika Anda bekerja sebagai chef di restoran, juru masak di katering atau rumah makan besar, mungkin Anda sudah terbiasa menggunakan sarung tangan ketika bekerja. Beragam alasan kenapa Anda menggunakannya, bisa karena terpaksa mematuhi prosedur kerja, atau justru sukarela memakainya meskipun tidak ada kewajiban yang diterapkan oleh tempat bekerjanya. Sebenarnya apa manfaat sebuah sarung tangan dan kenapa sepasang sarung tangan tersebut seharusnya wajib digunakan oleh untuk seorang pekerja yang menghasilkan suatu makanan?
Apa jadinya jika makanan favorit Anda, meskipun lezat, ternyata disisipi oleh aneka kuman dan bakteri? Tentu tidak ada yang mau menyantapnya. Sayangnya, makanan yang terkontaminasi ini bisa jadi tidak memperlihatkan ‘gelagat’ mencurigakan pada awalnya. Sehingga, siapapun bisa tertipu.
Beragam cara tentu saja ditempuh untuk menghindari serangan kuman dan bakteri pada makanan. Sebagian besar metode sederhana dilakukan sebelum memulai memasak adalah mencuci tangan. Harapannya, setelah dicuci, tangan jadi steril dari aneka kuman dan bakteri.Cara tersebut adalah benar. Karena banyaknya aktivitas yang harus dilakukan oleh tangan kita, maka peluang besar tangan menjadi media yang nyaman dan enak untuk kuman dan bakteri dan kemudian bisa beralih ke seluruh tempat dimana tangan itu menempelkan diri. Namun mencuci tangan saja tetap masih kurang efektif untuk menghindari transformasi kuman dan bakteri yang menempel dari tangan ke tempat lainnya. Oleh karena itu, beberapa Negara, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, memiliki aturan yang melarang para pekerja di industri pangan, kafe, restoran, dan catering, untuk menyentuh makanan dengan tangan telanjang.
Awalnya hanya para pekerja di industri pangan saja yang menerapkan peraturan pedoman keamanan pangan tersebut. Menggunakan sarung tangan adalah salah satu prosedur yang harus dilakukan di pabrik makanan. Bahkan aturan ini sudah menjadi standar yang wajib dilakukan, termasuk di Indonesia.
Sebelum tahun 1990-an, di Amerika, peranan sarung tangan ternyata kurang ditangkap oleh para pekerja di dapur-dapur restoran atau rumah makan besar. Padahal, mereka juga adalah bagian dari yang melaksanakan aturan larangan menyentuh makanan dengan tangan langsung. Namun setelah merebak kasus banyaknya masyarakat sakit yang disinyalir setelah makan di beberapa restoran, tuntutan masyarakat supaya rumah makan dan restoran menerapkan prosedur keamanan pangan akhirnya semakin kuat. Tuntutan tersebut bahkan di bawa hingga ke meja hijau.
Akhirnya, sejak 1993 pemerintah federal di Amerika mengeluarkan satu set aturan yang diharapkan mampu meningkatkan keamanan pangan di berbagai tempat usaha pembuat pengolahan makanan mulai dari industri pangan hingga restoran dan rumah makan. Dalam aturan tersebut memaparkan prosedur memasak dan penyimpanan dengan suhu yang yang tepat, prosedur pembersihan, dan cara-cara untuk mendokumentasikan asal-usul berpotensi terkontaminasi makanan.
Aturan ini juga memerintahkan beberapa hal yang harus dilakukan pekerja sebelum melakukan pekerjaannya, seperti mencuci tangan dengan benar, istirahat di rumah jika sakit, dan menghindari kontak tangan telanjang dengan bahan makanan maupun makanan siap sajinya.
Sejak itulah penggunakan sarung tangan mulai populer di pekerja dapur di restoran dan rumah makan di Amerika. Bahkan, bagi beberapa chef di negeri adi daya ini, menggunakan sarung tangan diibaratkan seperti menggunakan rompi anti peluru ketika berperang. Peranannya juga bisa menghindarkan tangan chef yang sedang terluka akibat kena pisau, dengan bahan-bahan makanan seperti cuka, dan bisa menghindari tetasan darahnya masuk ke masakan tersebut.
Masih ada yang kontra
Di Indonesia sayangnya aturan keamanan pangan ini baru diterapkan oleh industri pangan. Untuk restoran dan rumah makan, bisa dikatakan belum ada aturan yang mengharuskan menerapkan prosedur keamanan pangan yang ketat. Masih banyak yang merasa kurang pentingnya menggunakan sarung tangan. Alasan yang digunakan adalah anggapan bahwa mencuci tangan dan mencuci aneka bahan makanan saja sudah cukup aman.
Selain itu, ada juga kalangan yang berpendapat bahwa ketepatan menghasilkan sebuah masakan hanya bisa dirasakan oleh tangan secara langsung. “Ada beberapa makanan yang memang hanya bisa dirasakan sudah pas atau belumnya, oleh tangan secara langsung. Seperti membuat mie dan sushi,” kata seorang juru masak yang tidak mau disebutkan namanya.
Bahkan ada juga yang menyebutkan ketidak yakinannya dengan menggunakan sarung tangan bisa membuat masakan menjadi bersih dari kuman dan bakteri. Karena bagi mereka, dengan menggunakan sarung tangan justru akan menambah bakteri, apa lagi sarung tangannya jarang dibersihkan, dan dengan tidak menggunakan sarung tangan, mereka bisa lebih mengontrol dengan baik, kapan tangannya harus dicuci atau tidak.
Alasan tersebut tentu saja bukan dalil yang tepat untuk melonggarkan para pekerja di dapur agar tidak menggunakan sarung tangan. Sudah menjadi kesepakatan bersama di dunia keamanan pangan, bahwa menggunakan sarung tangan dalam menyiapkan makanan merupakan salah satu langkah penting untuk menjaga kesehatan pengunjung di restoran dan rumah makan. Sudah saatnya Anda ikut berperan dalam menjaga kesehatan masyarakat dengan mengawali penggunaan sarung tangan! Elfa Hermawan