Jajanan merupakan makanan pengganti yang memberikan suplai energi bagi anak-anak dalam melanjutkan aktivitas.
Sebagai makanan pengganti, sebenarnya jajanan hanya berfungsi sebagai selingan. Asupannya diantara jeda makan pagi ke siang dan malam. Meski konteksnya demikian, pada kebanyakan anak-anak, porsi jajanan lebih sering menggantikan makan pagi, siang dan malam mereka.
Padatnya kurikulum pendidikan di sekolah dan kegiatan lain -seperti les penunjang pelajaran dan olah raga- mau tak mau membuat anak berada di luar rumah lebih dari 6 jam setiap harinya. Acara santap pun dipastikan larut di lingkungan tersebut. Apabila mereka tidak disiapkan bekal dari rumah, anak akan membeli jajanan untuk mengisi perutnya.
Jajanan yang memenuhi syarat kecukupan gizi dan aman, tentu tak perlu dikhawatirkan. Masalahnya adalah kualitas jajanan sekarang yang jauh dari standar dan memprihatinkan. jangankan bisa mendapat asupan serat, protein, dan vitamin. Asal usul bahan yang digunakan saja masih menyisakan pertanyaan.
Bakso misalnya. Jangan bayangkan bakso yang dijual di sekolah-sekolah seperti bakso di restoran yang banyak dagingnya. Adonan kebanyakan dibuat dari tepung sagu, dicampur dengan sedikit daging, lalu diberi bumbu penyedap. Adonan dibentuk bulat dan direbus. Bakso kenyal seharga Rp500,- per buah ini ditusukkan dalam sebatang lidi. Menyantapnya pun tidak berkuah seperti bakso pada umumnya, namun dicocol dengan saus berwarna merah terang dan kecap encer.
Penggunaan daging dalam adonan bakso ini perlu dicermati, dengan harga yang sangat murah, apakah betul daging sapi yang dipakai? Ada lagi siomay ikan, dibuat dari tepung sagu dan campuran ikan. Meski hanya samar-samar tercium aroma ikan, siomay bercitarasa kenyal ini banyak diminati. Demikian juga dengan minuman manis warna-warni yang jadi favorit anak-anak. Tak sedikit yang menggunakan pewarna bukan untuk makanan. Isinya pun hanya gula pasir (bahkan ada juga yang menggunakan pemanis buatan), diberi aroma buah buatan, dan es yang tidak jelas apakah menggunakan air matang atau tidak.
Melihat gambaran jajanan dari para pedagang kaki lima di atas–khususnya di Sekolah Dasar– kondisinya sangat mencemaskan. Kualitas bahan yang dipakai, kondisi jualan, dan sanitasi terbilang minim. Jajanan tidak dipersiapkan dengan baik dan bersih. Tidak dipungkiri memang, karena pengetahuan pedagang terhadap penanganan pangan yang aman terbilang rendah. Bahkan, banyak dari mereka yang tidak mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas cuci dan buang sampah.
Bicara kandungan bahan pangan dalam jajanan, bukan lagi rahasia bila banyak pedagang yang memakai bahan-bahan ilegal dan bukan food grade. Bahan ilegal yang banyak ditemukan adalah boraks yang mengandung logam berat boron (membuat bakso menjadi lebih kenyal), formalin (pengawet mayat) untuk memperlambat pembusukan, pewarna tekstil rhodamin B (merah) dan metanil yellow (kuning) yang digunakan pada makanan dan minuman agar terlihat lebih menarik. Pemakaian pewarna ini dapat mengakibatkan gangguan hati sampai kanker hati.
Ada lagi pemanis buatan, seperti aspartam, sakarin, dan siklamat, yang diperoleh dari sintesa bahan kimia. Fungsinya menggantikan gula pasir sebagai pemberi rasa manis. Apabila dikonsumsi dalam jumlah besar dan lama, pemanis buatan dapat mengakibatkan banyak penyakit, antara lain kanker kandung kemih. Ironisnya, para pedagang memilih menggunakan bahan ilegal ini karena ingin meraup keuntungan besar, harganya murah dan bisa membuat tampilan makanan disukai anak (warna-warni). Mereka tidak mengetahui dampak bahan-bahan yang bisa menimbulkan cemaran kimiawi, tidak bisa dimetabolisme tubuh dan bersifat karsiogenik (pemicu aktivitas sel-sel kanker).
Bagaimana dengan jajanan pabrikan? Snack and chips adalah salah satu jajanan kemasan keluaran pabrik, terbuat dari beras, jagung, atau kentang, yang ditambahkan bahan perasa (seasoning) dan penguat rasa (monosodium glutamate). Camilan ini jadi primadona anak-anak karena rasanya yang gurih. Jika harus membandingkan dengan jajanan tradisional dari pedagang kaki lima, tentunya jajanan pabrik dengan produk yang mencantumkan ijin DinKes (Dinas kesehatan) dan BPOM (badan pengawasan obat dan makanan) lebih aman karena sudah ter-standarisasi. Nah, peran orang tua diperlukan untuk memantau konsumsi snack dan chips dalam batas normal, tidak secara terus menerus.
Jika harus jajan…
Membawa makanan (bekal) dari rumah dipastikan lebih terjamin kesehatan dan kebersihannya. Namun, tak sedikit anak-anak yang cepat merasa bosan dengan menu bekal. Ditambah lagi lingkungan di sekeliling anak yang memang terbiasa jajan, membuat anak jadi tergoda ingin mencicipi aneka ragam makanan berwarna menarik di sekitar sekolah. Akhirnya, banyak ibu memutuskan memberi bekal uang saku untuk anak-anak mereka.
Sebenarnya, pemberian uang saku tidak selalu berefek negatif. Dengan sendirinya anak akan belajar menghargai uang, beri tanggung jawab kepada mereka untuk menabung sebagian uang jajannya. Lalu ajarkan anak memilih apa yang ingin dibeli sesuai kebutuhan.
Selain membeli mainan atau pernak-pernik lucu yang dijual di sekolah, kebanyakan uang saku anak dihabiskan untuk membeli makanan. Fakta penelitian seputar jajanan di Sekolah Dasar yang booming beredar akhir-akhir ini, tentunya menjadi momok menakutkan bagi para orang tua. Agar tidak selalu diliputi kekhawatiran, sejak dini, ajarkan anak untuk bisa mendeteksi makanan seperti apa yang tidak sehat dan tidak aman. Ajak anak membandingkan dengan makanan rumah yang benar dan beritahukan manfaatnya untuk kesehatan. Dengan demikian, ketika menemukan makanan tidak bermanfaat, anak bisa segera menghindarinya.
Beri gambaran kepada anak, makanan yang mengandung bahan yang tidak seharusnya ditambahkan ke dalam makanan, seperti warna kuning yang terang, kinclong, dan merah sekali, dipastikan menggunakan pewarna tekstil. Seperti kerupuk padang, es jeruk berwarna oranye terang, atau es potong dengan warna mencolok.
Ajarkan anak untuk selalu melapor kepada Anda jajanan yang dibelinya. Sebagai perbandingan mana yang baik dan buruk, sesekali beri kebebasan anak mencicipi jajanan yang ia mau. Misalnya, gorengan atau es. Beri rambu-rambu, seperti pilih gorengan dalam kondisi tidak terbuka di pinggiran jalan karena kemungkinan terkontaminasi dengan debu dan asap kendaraan, perhatikan juga warna minyak yang dipakai untuk menggoreng, apakah berwarna hitam atu tidak? Jika mau minum es, pilih yang airnya matang. Beri saran untuk menggunakan gelas plastik sekali pakai, agar lebih terjamin kebersihannya. Dan kasih penjelasan bahwa es limun atau es cendol yang dijual dengan harga murah, biasanya tidak menggunakan gula asli, tapi pemanis buatan yang bisa berbahaya bagi kesehatannya. Dengan alasan logis, anak-anak lebih mengerti ketimbang langsung meng-kudeta tidak boleh jajan sama sekali.
Peran orang tua memang paling menentukan dalam mengarahkan anak-anaknya memilih jajanan yang aman. Meski demikian, diperlukan juga perhatian bersama, dari guru, orang tua, pengurus kantin sekolah, dan pedagang kaki lima (yang khusus dipilih menjadi rekanan sekolah). Secara sinambung, mungkin perlu diadakan monitoring jenis jajanan yang dijual, diskusi masalah gizi anak, dan penyuluhan seputar keamanan pangan (penanganan bahan, kebersihan, penggunaan bahan tambahan, dan lain-lain). Dengan cara ini, diharapkan jajanan anak bisa terkontrol menjadi lebih sehat.
Mel