Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah meluncurkan 30 ikon kuliner Indonesia. Salah satu anggota tim penyusunnya adalah pakar kuliner Bondan Winarno. Ditemui dalam acara Syukuran 85 Tahun Bango di Oasis Restaurant Jakarta, dia mengungkapkan dua syarat untuk terpilih menjadi ikon. “Makanan tersebut harus easy to like (mudah disukai), dan easy to produce (mudah diproduksi),” tuturnya kepada redaksi KULINOLOGI INDONESIA kemarin (31/01).
Bondan menilai dua persyaratan tersebut cukup penting, mengingat akan menjadi sia-sia jika ternyata masakan yang menjadi ikon tidak disukai oleh masyarakat internasional atau sulit dibuat. Oleh sebab itu, supaya mudah disukai, masakan Indonesia yang telah menjadi ikon perlu disesuaikan dengan selera masyarakat setempat. “Tidak masalah melakukan penyesuaian, asal tidak menyimpang dari koridor resep aslinya,” tambah Bondan. Dia menyontohkan keberhasilan Tom Yum, yang kini sudah dimodifikasi dengan tetap mempertahankan karakter resep asalnya.
Sedangkan, terkait dengan kemudahan ingridien untuk pengolahan, Bondan merasa terbantu dengan kehadiran bumbu instan. Sebagai contoh untuk kluwek yang digunakan dalam pembuatan rawon, yang kini sudah tersedia dalam bentuk siap pakai. “Saya pernah mencoba mengganti kluwek dengan zaitun hitam, hasilnya cukup bagus. Namun dengan semakin mudahnya mendapatkan kluwek, saya rasa tetap lebih baik menggunakan ingridien asli Indonesia tersebut,” tuturnya.
Ke depannya, jumlah ikon masakan Indonesia diharapkan dapat terus bertambah. Dari 30 yang ada saat ini, nasi tumpeng nusantara menjadi andalan dan akan menyatukan semua daerah. “Lauk dan sayur yang di sekitar tumpeng dapat didesain dari masakan berbagai daerah Indonesia,” kata pria yang terkenal dengan ungkapan maknyuus-nya ini. Ikon tersebut perlu dipopulerkan, sehingga nantinya dicari oleh konsumen yang akan mengunjungi restoran Indonesia di luar negeri. @hendryfri