Oleh Hendry Noer Fadlillah
Lecturer of Department of Food Technology
Faculty of Life Sciences
International University Liaison Indonesia (IULI)
Hidangan berbasis daging menjadi andalan bagi banyak industri jasa boga. Walaupun masakan yang diolah dari daging memiliki harga yang cukup tinggi, konsumen tetap memberikan minat yang cukup besar, karena selain kelezatannya daging juga merupakan sumber zat gizi yang sangat penting. Saat ini banyak sekali masakan dan produk olahan daging yang dapat ditemui, mulai yang berupa hidangan tradisional hingga modern. Agar konsumen mendapatkan produk olahan daging yang berkualitas, maka penanganan yang tepat wajib diterapkan selama rantai distribusi dan pengolahan.
Daging merupakan produk yang mudah rusak atau perishable. Sejak proses penyembelihan, daging mudah sekali mengalami kontaminasi, baik oleh mikroba patogen maupun pembusuk, sehingga tidak aneh jika umur simpan daging pada dasarnya sangatlah singkat. Penanganan yang buruk dapat mempercepat kerusakan daging dan meningkatkan risiko terkait keamanan pangan.
Oleh sebab itu, industri jasa boga perlu memilih suplier daging yang telah menerapkan praktik-praktik penanganan bahan baku yang baik untuk menghasilkan produk yang aman dan berkualitas. Bahan baku akan sangat menentukan sekali terhadap mutu produk akhir yang akan dihasilkan.
Ketika telah memperoleh bahan baku berkualitas baik, maka selanjutnya industri perlu menjaga agar tidak terjadi penurunan mutu yang signifikan selama rantai distribusi dan proses pengolahan. Potensi kerusakan dapat terjadi selama rantai pangan. Berikut adalah beberapa kiat penanganan yang perlu dilakukan untuk meminimalkan kerusakan pada daging, terutama terkait dengan keamanan pangan:
- Sanitasi dan higiene
Kebersihan adalah faktor kunci bagi keamanan pangan. Bagian-bagian yang kontak langsung dengan pangan harus mendapat perhatian yang serius agar tidak mengkontaminasi bahan baku daging. Peralatan dibersihkan secara berkala, baik itu pisau, telenan, sendok, garpu, atau lainnya. Begitupun dengan tangan yang digunakan untuk memegang bahan pangan, juga harus dalam kondisi bersih. Cuci tangan menggunakan sabun secara benar, sehingga jika menyentuh daging tidak mencemari.
- Pisahkan bahan mentah dan matang
Dalam proses pengolahan pangan, seringkali makanan matang dengan bahan mentah bercampur. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan kontaminasi silang, di mana bahan mentah dapat mencemari makanan matang. Hal ini dapat menimbulkan masalah bagi keamanan pangan. Contoh kontaminasi silang yang dapat terjadi, misalnya, pada saat menyimpan daging mentah dan daging siap konsumsi (ready to eat) di kulkas. Kontak secara langsung antar keduanya dapat menyebabkan terjadinya perpindahan bakteri patogen atau pembusuk dari daging mentah ke daging matang.
Hal penting lainnya terkait dengan penggunaan peralatan. Sebagai contoh penggunaan pisau dan telenan pada saat memotong daging mentah, tidak boleh digunakan untuk memotong daging yang sudah matang. Cemaran dari daging mentah yang menempel pada pisau atau telenan dapat berpindah ke daging yang sudah matang.
Kontaminasi silang ini cukup berbahaya, karena pada produk yang sudah matang biasanya tidak melewati proses pemanasan kembali untuk mengeliminasi cemaran yang ada. Apalagi pertumbuhan mikroba tergolong cepat, hanya dalam waktu beberapa jam saja sudah dapat menimbulkan masalah bagi mutu dan keamanan pangan.
- Masak hingga suhu yang diharapkan tercapai
Proses pemasakan yang melibatkan suhu tinggi, selain berpengaruh terhadap karakter sensori makanan, juga menjadi bagian upaya dalam meningkatkan jaminan keamanan pangan. Aplikasi proses termal banyak sekali diterapkan untuk menurunkan jumlah mikroba hingga batas aman yang dapat diterima. Oleh sebab itu, pastikan suhu yang diharapkan untuk proses pemasakan dapat tercapai dengan waktu yang sesuai.
Tabel 1 menunjukkan beberapa rekomendasi suhu internal minimal yang harus dicapai saat pemasakan beberapa produk daging. Namun perlu diingat, bahwa rekomendasi suhu tersebut sangat bergantung dengan kualitas bahan baku. Semakin buruk bahan baku yang dimiliki, maka jumlah mikroba awal yang ada juga akan semakin banyak. Dalam kondisi tersebut, suhu yang diperlukan akan semakin tinggi untuk mengeliminasi keberadaan mikroba patogen ataupun pembusuk. Jadi kualitas bahan baku sangat menentukan proses pemasakan yang akan dilakukan. Sebagai contoh, penyajian steak setengah matang, bisa menjadi aman ketika kondisi bahan baku dagingnya sangat bagus, tetapi menjadi tidak aman jika bahan baku yang digunakan sudah berkualitas buruk.
Hal terpenting lagi yang perlu diingat adalah penggunaan suhu juga akan mempengaruhi kualitas sensori yang dihasilkan. Selain itu, suhu yang terlalu tinggi juga mengakselerasi pembentukan komponen karsinogenik seperti akrilamida. Artinya, industri jasa boga tidak serta merta hanya mengandalkan suhu, tetapi harus memulai dari pemilihan bahan baku yang baik untuk menghasilkan produk yang aman dan berkualitas.
Tabel 1. Rekomendasi suhu internal minimal yang harus dicapai pada saat pemasakan
Pangan | Jenis daging | Suhu (oC) |
Ground meat and meat mixture | Beef, veal, lamb | 72 |
Turkey, chicken | 74 | |
Fresh beef, veal, lamb | Steaks, roasts, chops Rest time: 3 menit | 63 |
Poultry | Semua bagian (dada, sayap, paha, dan lain-lain) | 74 |
Sumber: https://www.foodsafety.gov/food-safety-charts/safe-minimum-cooking-temperature
Untuk mengukur suhu, bisa digunakan termometer. Pengukuran suhu harus pada bagian yang paling lambat menerima panas, yakni pada bagian daging paling tebal, namun termometer jangan menyentuh tulang atau bagian lemak. Pastikan, sebelum dan sesudah digunakan, termometer dicuci dan dibersihkan dengan baik. Termometer juga perlu dikalibrasi secara teratur untuk memperoleh nilai suhu yang tepat.
- Dinginkan pada suhu yang tepat
Mikroba patogen dan pembusuk memiliki suhu ideal untuk tumbuh, yakni berkisar 5 hingga 60oC. Kisaran suhu tersebut merupakan zona berbahaya (danger zone) yang harus dijauhi, baik ketika menyimpan, mendistribusikan, dan mengolah bahan pangan, terutama yang bersifat mudah rusak, seperti daging. Semakin rendah suhu penyimpanan, maka pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk dapat dihambat semakin baik pula.
Selama rantai distribusinya, daging harus selalu dalam kondisi dingin atau beku. Terjadinya temperature abuse (kesalahan suhu penyimpanan) dapat membuat daging cepat rusak dan meningkatkan risiko keamanan pangan. Oleh sebab itu, pastikan daging telah disimpan pada suhu dingin yang sesuai.
Dengan menerapkan praktek distribusi dan pengolahan yang baik, daging dapat disajikan dan dihidangkan secara aman dan lezat. Konsumen pun akan bahagia dan mendapatkan manfaat zat gizi yang optimal dari daging yang dikonsumsinya.