Konsep

Aplikasi HACCP pada Food Services

Oleh Wida Winarno

Mmakanan yang tersaji di depan mata, sebenarnya dapat dipandang dari empat aspek yaitu enak atau tidaknya, cantik atau tidaknya, bergizi atau tidaknya, dan terakhir adalah aman atau tidaknya makanan tersebut diproduksi. Dewasa ini tuntutan konsumen akan makanan yang aman semakin tinggi terutama karena maraknya kasus keracunan makanan serta penyakit-penyakit yang ditimbulkan akibat penumpukan berbagai bahan berbahaya dalam makanan.

Untuk menjamin keamanan suatu usaha produksi pangan, hotel, restoran, katering dan kantin dapat menerapkan suatu model jaminan mutu dengan berdasarkan keamanan pangan (food safety) sebagai pendekatan utama. Standar tersebut adalah SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-4852-1998 yang ditetapkan pleh Badan Standarisasi nasional (BSN) sebagai pihak berwenang yang menetapkan standar sesuai Keputusan Presiden Nomor 13 tahun 1997. Isi Standar ini diadopsi secara keseluruhan dari CAC/RCP 1-1969 Rev.3 (1997) – Recommeded International Code of Practise-General Principle of Food Hygiene – Anex; Hazard Analysis aand Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for it’s application. Di kalangan umum dikenal istilah pangan, makanan dan minuman. Untuk menyamakan persepsi, maka digunakan istilah “pangan” yang telah mencakup makanan dan minuman. Sehingga istilah keamanan pangan berarti keamanan makanan serta minuman.

Saat ini telah banyak industri pangan yang telah menerapkan sistem jaminan keamanan pangan yang disebut HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), namun sangat jarang diterapkan pada hotel, restoran, catering dan kantin. Sesungguhnya, pengusaha pangan bertanggung jawab penuh dalam menghasilkan pangan yang aman. Pangan dikatakan aman jika tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan baik dalam waktu singkat ataupun jangka waktu lama setelah pangan tersebut dikonsumsi. Ketidaktahuan pengusaha pangan dan kurangnya informasi akan keamanan pangan dan jaminan keamanan pangan menyebabkan pengusaha pangan menganggap bahwa penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan hanya menyebabkan kerepotan dan pemborosan. Padahal jika sistem ini diterapkan justru akan membantu pengusaha pangan melakukan efisensi sekaligus memproduksi pangan yang aman bagi masyarakat.

Jaminan akan mutu dan keamanan pangan ini sangat penting bagi usaha pangan yang melayani konsumen dengan kebutuhan khusus (orang sakit, orang tua, bayi, anak-anak), dan melayani orang dalam jumlah besar. Dapat dibayangkan jika keracunan pangan terjadi dalam katering yang membuat sepuluh jenis makanan untuk masing-masing 1000 orang, atau kantin sekolah yang melayani ribuan anak-anak. Betapa dampak bahaya keamanan pangan akan merugikan begitu banyak orang.

Apakah itu sistem HACCP

Sistem ini merupakan pedoman untuk menjamin keamanan pangan suatu proses produksi makanan yang dapat diterapkan baik pada industri pangan, hotel, restoran, katering, kantin bahkan pengusaha pangan skala kecil. Sistem ini dapat disesuaikan dengan kompleksitas produksi pangan pada masing-masing usaha pangan.

Sistem HACCP didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika dalam mengidentifikasi bahaya pangan dan tindakan-tindakan untuk mengendalikan bahaya tersebut. HACCP dapat digunakan sebagai alat untuk menilai potensi bahaya yang akan muncul dalam setiap tahapan produksi mulai dari bahan baku atau bahan mentah, pengolahan bahan, hingga pangan tersaji di depan konsumen. Bahaya-bahaya yang mungkin muncul dicegah dan dikendalikan sehingga tidak berpengaruh fatal bagi kesehatan manusia. Jadi caranya adalah dengan memfokuskan pada pencegahan terjadinya kasus keamanan pangan, bukan mengatasi setelah keracunan terjadi dengan mengandalkan pengujian produk akhir.

Sistem jaminan mutu dan keamanan pangan (HACCP) membagi bahaya pangan dalam tiga kategori yaitu bahaya fisika, kimia dan biologi. Bahaya fisika diantaranya adalah kerikil, potongan kaca, logam, rambut, hewan dan lain sebagainya.

Bahaya Kimia biasanya terdapat dari bahan yang ditambahkan ke dalam pangan atau memang terkandung dalam pangan itu sendiri yang akhirnya menyebabkan penyakit jika memakannya, misalnya pewarna melebihi batas, pestisida yang ikut terbawa dan lain sebagainya. Bahaya biologi adalah bahaya yang berasal dari mikroorganisme dari luar bahan pangan atau tumbuh dan berkembang dalam pangan.

Sebelum menerapkan HACCP, maka usaha pangan perlu membuat sebuah rencana HACCP. Rencana HACCP mencakup tiga materi utama dari sistem keamanan pangan. Pertama, prinsip-prinsip HACCP berupa implementasi dari 7 prinsip HACCP beserta langkah-langkah penerapannya sesuai dengan SNI 01-4852-1998. Kedua persyaratan dasar (pre-requisite program), yang merupakan suatu persyaratan dasar yang harus dipenuhi oleh usaha pangan sebelum menerapkan program HACCP, mencakup Good Manufacturing Practices atau Cara Produksi Pangan yang Baik (dapat mengacu pada panduan yang dikeluarkan oleh Badan POM RI).

Dapat juga menggunakan GMP series yang lain seperti Good Agriculture Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP) ataupun Good Restaurant Practices (GRP). Ketiga, program universal manajemen mutu, yaitu suatu program manajemen mutu (seperti ISO series) untuk menjamin konsistensi dan ketelusuran (traceability) penerapan sistem HACCP.

Rencana Program HACCP

Dalam penyusunan rencana HACCP, perlu diperhatikan unsur-unsur yang harus dipertimbangkan untuk usaha pangan yaitu:

  1. Kebijakan mutu. Berupa pernyataan sebagai bukti komitmen manajemen puncak terhadap kemananan pangan produksi pangan yang dihasilkannya, sekaligus merupakan tujuan bersama yang akan dicapai oleh seluruh komponen dalam usaha pangan tersebut dalam menyajikan makanan yang bermutu dan aman bagi konsumen.
  2. Organisasi Usaha Pangan secara konsisten harus membentuk Tim HACCP sesuai dengan SNI 01-4852-1998 serta membuat organisasi kelompok yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu. Dalam organisasi harus dijelaskan mengenai kebijakan mutu, struktur organisasi dan uraian tugas masing-masing bagian. Dalam organisasi ini, empat hal yang perlu diketahui yakni tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, dan personal serta pelatihan. Tim HACCP yang dibentuk harus terdiri dari berbagai bidang dan disiplin ilmu dalam usaha pangan, serta memiliki pengetahuan dan keahlian spesifik untuk mengembangkan program HACCP yang dapat diperoleh melalui pelatihan auditor HACCP. Jika sumber daya yang diperlukan tidak tersedia dalam usaha pangan, maka dapat dipergunakan konsultan dari luar. Lingkup dari program HACCP juga harus ditentukan. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dalam rantai pangan dalam usaha pangan yang terlibat dan bahaya-bahaya apa saja yang akan timbul. Struktur organisasi berupa bagan organisasi atau diagram yang menunjukkan garis wewenang dan penetapan fungsi, termasuk sistem mutu dan menunjukkan garis tanggung jawab personel inti serta hubungannya dalam pengembangan, penerapan, pemutakhiran sistem jaminan mutu serta berjalannya rencana HACCP. Di dalamnya juga berisi uraian tugas personal yang ditunjuk (job description). Bidang kegiatan tentang ciri atau kegiatan badan usaha. Hal ini diperlukan untuk memberikan gambaran tentang organisasi usaha pangan tersebut seperti lokasi, ukuran (luas tempat, jumlah pekerja), jenis jasa yang diberikan, bidang kegiatan utama, dan lain sebagainya. Adapun tentang personel dan pelatihan, menerangkan tentang personal yang bertanggung jawab untuk mengembangkan, memutakhirkan, merevisi dan mendistribusikan rencana HACCP serta proses penyelesaiannya. Di dalamnya diuraikan juga tugas dan kualifikasi personel yang dibutuhkan. Disajikan juga cara memelihara rekaman data yang memuat program dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta pengalaman personal yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja personel misalnya melalui pelatihan internal.
  3. Diskripsi Produk. Diskripsi produk meliputi:
    • Nama produk/nama dagang untuk industri makanan.
    • Komposisi Produk: Bahan baku yang digunakan untuk membuat makanan yang akan disajikan.
    • Cara penyiapan dan penyajian: keadaan panas, dingin, beku.
    • Tipe pengemasan: dalam wadah terbuka atau tertutup.
    • Masa kadaluarsa: Sejak diproduksi hingga penyajian.
    • Cara penyimpanan: dalam hot holding atau chiller, dll.
    • Sasaran konsumen yang akan dicapai: adakah konsumen khusus yang harus diperhatikan misalnya menderita alergi tertentu atau memiliki kebutuhan khusus tertentu.
    • Cara distribusi: langsung disajikan atau melalui transportasi tertentu, berkaitan pula dengan suhu selama pengangkutan
  4. Persyaratan dasar suatu persyaratan teknis yang harus dipenuhi apabila akan menerapkan HACCP dan diwujudkan dalam Standar Prosedur Operasi ataupun bentuk dokumentasi lainnya. Persyaratan teknis yang diperlukan meliputi higiene dan sanitasi, persyaratan tempat produksi, persyaratan peralatan yang digunakan, tata cara pembersihan tempat usaha dan peralatan serta pekerja, pembuangan sampah serta pengendalian hama.
  5. Diagram alir. Diagram yang menggambarkan tahapan dalam proses pembuatan suatu menu makananan atau minuman.
  6. Analisa bahaya. Menggambarkan suatu proses menentukan bahaya yang mungkin timbul dalam setiap tahapan produksi, yang dibuat oleh tim HACCP dalam usaha pangan. Kemungkinan bahaya yang timbul diteliti sejak bahan baku diproses hingga pangan disajikan kepada konsumen. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam menggolongkan bahaya adalah sebagai berikut:
    • Tingkat keamanan pangan yaitu apakah produk tersebut menimbulkan penyakit atau kematian bagi yang menyantapnya, yang disebabkan oleh penyebab kimia, fisika atau biologi
    • Tingkat resiko dan cara pencegahannya. Proses produksi yang mengandung resiko bahaya selanjutnya disebut sebagai Critical Control Point (CCP) atau disebut juga Titik Kendali Kritis (TTK).
  7. Lembar kerja control measure. Sebuah matrik berupa uraian tentang informasi mengenai lokasi CCP/TKK, bahaya yang mungkin terjadi, batas kritis bahaya tersebut, prosedur pemantauan, tindakan koreksi yang harus dilakukan, verifikasi terhadap rencana HACCP serta pencatatan atas apa yang dilakukan.
  8. Sistem penyimpanan catatan. Sistem penyimpanan catatan yang dipakai untuk menjamin bahwa semua prosedur kerja, instruksi kerja, standar, panduan dan data rujukan dibuat selalu mutakhir (terbaru), ditetapkan lokasinya, agar mudah mencarinya jika diperlukan. Semua catatan yang berkaitan dengan rencana HACCP harus disimpan hingga jangka waktu 6 bulan setelah berakhirnya shelf life (umur simpan produk) yang diharapkan, dan setiap saat diaudit oleh petugas dari Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP.
  9. Prosedur verifikasi. Suatu uraian tentang metoda atau cara yang digunakan dalam menentukan apakah secara keseluruhan rencana HACCP berjalan secara efektif.
  10. Prosedur pengaduan konsumen. Prosedur untuk meminta kesan, saran dan pengaduan dari konsumen kemudian mencatat, menangani dan melakukan tindakan untuk mengurangi keluhan.
  11. Prosedur recall. Sebuah metode untuk menentukan, menempatkan dan menarik kembali produk berbahaya (pangan berbahaya) yang telah dilepas ke konsumen.
  12. Perubahan dokumen/revisi/amandemen. Sebuah cara mengendalikan dan memutakhirkan dokumen agar selalu tercatat setiap revisinya sehingga dapat diketahui perubahannya.
  13. Perubahan dokumen/revisi/amandemen. Sebuah cara mengendalikan dan memutakhirkan dokumen agar selalu tercatat setiap revisinya sehingga dapat diketahui perubahannya.

Ir Wida Winarno, Direktur PT Embrio Biotekindo

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *