Pada produk beku, hanya terjadi sedikit perubahan nilai gizi dan karakteristik sensori jika proses pembekuan dan penyimpanan beku dilakukan secara benar. Oleh karena itu tidak mengherankan jika produk beku dipersepsikan konsumen sebagai produk yang ‘fresh’, ‘healthy’, ‘natural’, bermutu tinggi dan mudah untuk diolah.
Akan tetapi ada hal yang harus diingat, yaitu garbage in, garbage out. Kondisi ini juga berlaku untuk proses pembekuan. Pembekuan hanya akan mengawetkan mutu awal produk pangan dan tidak memperbaiki mutu awal tersebut. Sehingga, harus benar-benar memperhatikan mutu produk yang akan dibekukan. Tidak mungkin mengharapkan produk beku bermutu baik jika bahan baku yang digunakan bermutu buruk.
Perhatikan juga kondisi kemasan produk. Usahakan jumlah udara di dalamnya minimal. Keberadaan udara di dalam kemasan selain memicu oksidasi lemak juga menyebabkan terjadinya freezer burn, yang terdeteksi secara visual sebagai spot-spot putih dipermukaan produk, sebagai akibat proses pengeringan dipermukaan bahan.
Untuk mempertahankan agar makanan beku tetap bermutu baik, produk seharusnya disimpan pada suhu (-18)°C atau lebih rendah. Menyimpan produk beku pada suhu diatas (-18)°C akan meningkatkan laju reaksi kerusakan produk dan memperpendek umur simpan.
Suhu penyimpanan yang sangat rendah (suhu beku) dan tidak tersedianya air dalam bentuk bebas karena berubah menjadi kristal es, dapat menyebabkan mikroba tidak dapat tumbuh di dalam produk pangan yang disimpan beku.
Penting diperhatikan disini adalah bahwa proses pembekuan dan penyimpanan beku walaupun menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi tidak membunuh mikroba tersebut. Sehingga, jika membekukan atau menyimpan beku produk dari makanan yang jumlah awal mikrobanya tinggi, maka populasi mikroba ini kembali tumbuh, memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan produk pada saat makanan di thawing.
Kestabilan suhu penyimpanan beku penting diperhatikan. Fluktuasi suhu di dalam freezer dapat menyebabkan migrasi uap air dari produk ke permukaan wadah atau thawing parsial. Thawing parsial yang berlangsung berulang karena fluktuasi suhu simpan beku akan menyebabkan peningkatan drip selama proses thawing. Drip berpotensi untuk membawa zat-zat larut air keluar dari makanan, baik itu zat-zat gizi, komponen bioaktif ataupun senyawa-senyawa pemberi citarasa.
Selain itu, potensi kerusakan tekstur juga meningkat dengan terjadinya fluktuasi suhu. Proses thawing dan pembekuan yang terjadi berulang akibat fluktuasi suhu menyebabkan rekristalisasi air di dalam makanan beku dan kondisi tersebut akan memperparah kerusakan tekstur.
Seperti halnya mutu, pertumbuhan mikroba juga akan meningkat jika terjadi fluktuasi suhu freezer. Karena alasan di atas, sangat disarankan untuk melakukan pengecekan secara periodik terhadap kondisi makanan yang disimpan beku, agar dapat mendeteksi lebih awal jika terjadi thawing yang tidak diinginkan, misalnya karena freezer tidak berfungsi atau karena pintu freezer terlalu sering dibuka tutup atau dibuka terlalu lama.
Kerusakan ini juga dapat terjadi pada produk beku komersial jika penanganannya tidak tepat, seperti terjadi fluktuasi suhu selama proses penggudangan, distribusi dan display. Salah satu ciri telah terjadi thawing pada produk beku yang disimpanadalah jika terdapat bekas atau jejak basah di dalam kemasan produk.